Blog

Fender vs Gibson

0 komentar
Kalau kita omong-omong tentang gitar, biasanya kita lalu membicarakan merek. Salah satu merek gitar yang sangat dikenal di seluruh dunia adalah “Fender”. Nama Fender diambil dari nama pembuatnya, Clarence Leonidas Fender, seorang Yunani Amerika yang hidup antara tahun 1909 sampai tahun 1991. Clarence Leonidas Fender, biasa dikenal sebagai Leo Fender, dilahirkan pada tanggal 10 Agustus 1909, dan meninggalkan dunia yang fana ini pada tanggal 21 Maret 1991. Dia meninggal, setelah beberapa lama menderita komplikasi dari “Parkinson’s Disease”.

Leo Fender memulai pembuatan gitarnya pada tahun 1946, dari hanya sebuah gudang kecil yang tadinya berupa bengkel reparasi radio disalah satu sudut terpencil di California, sampai sekarang menjadi konglomerat raksasa kelas dunia penghasil gitar berkualitas tinggi dengan nama “Fender Musical Instruments Corporation” atau FMIC. Fender telah menjadi “brand” terkenal sebagai penghasil electric instruments, seperti Gitar, Bass Gitar dan juga amplifiers.

Fender menjadi terkenal, setelah berhasil mendisain gitar yang gampang dipegang, mudah di “tune” dan juga yang paling penting enak dimainkannya. Keunggulan itu paralel dengan kemampuannya membuat suara dari gitar yang dapat menetralisir suara “feed back” yang dihasilkan senar gitar melalui amplifier yang juga didisain secara khusus.

Leo Fender, pertama kali muncul di pasaran dengan gitar fender tele atau “telecaster” yang diluncurkannya pada tahun 1949, merupakan produk pabrik Fender di Fullerton, California.

Setelah memperoleh banyak masukan, berupa saran dan kritik dari banyak pemain gitar fender tele ini, Leo Fender bekerja keras dengan beberapa pekerjanya untuk menyempurnakan gitar fender. Terakhir, setelah menerima banyak juga masukan dari pemain gitar yang piawai saat itu, Bill Carson, maka Fender mengeluarkan produk barunya yang berupa penyempurnaan dari model sebelumnya (fender tele) menjadi sebuah gitar yang kemudian terkenal dengan nama Fender Strat atau “stratocaster” . Fender Stratocaster ini diluncurkan pada tahun 1954. Leo dengan sangat cerdas, mempertahankan model “telecaster” yang sudah kadung mempunyai penggemarnya tersendiri, dan kemudian juga memasarkan varian barunya “Fender Stratocaster”, sebuah gitar yang merupakan produk dari “redesigning” telecaster.

Strategi menangkap pasar dari para penggemar gitar, dimulai dengan dua jenis gitar fender ini. Sebelumnya, dia juga sudah membuat dan memperkenalkan produk lainnya yaitu Bass Guitar Fender. Cukup banyak musisi yang menyenangi dan bahkan fanatik dengan Bass Guitar Fender ini, sampai dengan Leo memperkenalkan inovasi barunya dengan bentuk Bas gitar Jazz, yang langsung merebut pasaran sebagai “best selling bass guitar” pada tahun 1960.

Kunci keberhasilan Leo Fender adalah terletak pada inovasi dan kreativitasnya yang “kagak ada matinye !” Dia dikenal sebagai produsen dari “new and innovative instruments”, yang selalu meng “create and amplify music” serta pula mem “shape the way we hear music”. Pendek kata Leo menerapkan kiat yang selalu “never stop create the new !”

Produk berikutnya yang juga kemudian mendapatkan penggemarnya tersendiri adalah yang dinamakan “Fender Jaguar”, yang sesuai namanya tampilan gitar ini lebih galak dengan lebih banyak tombol pengatur suara yang menjadi ciri khasnya. Jaguar, dapat dikatakan hanya punya sedikit penggemar dibandingkan dengan kedua model sebelumnya yaitu tele dan strat. Yang paling banyak beredar di seluruh dunia, penggemar terbanyak adalah dari jenis Stratocaster. Uniknya adalah, Leo Fender telah dapat mengkotak-kotakan para pemain gitar di jagad ini menjadi pemain gitar yang senang dengan “telecaster”, “stratocaster” dan “jaguar” yang kesemuanya merupakan keluarga besar “fender”.

Fender telah menggulingkan popularitas pembuat gitar pendahulunya “Orville Gibson”, kelahiran 1856 di Chateaugay, New York yang memulai dengan memproduksi Mandolin di Kalamazoo, Michigan. Gitar Gibson telah beredar di pasaran gitar Amerika sejak tahun 1902 yang lebih populer dengan produk “gitar akustik” nya. Akan tetapi sampai dengan saat ini, penggemar fanatik kedua merek terkenal itu relatif tetap tersebar merata di dunia. Tidak atau kurang diketahui siapa di antara keduanya yang lebih unggul, karena masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan pada produk yang dihasilkannya.

Khusus untuk Leo Fender yang nama lengkapnya Clarence Leonidas Fender, pada tanggal 7 Februari 2009 yang lalu, baru saja menerima “Technical Grammy Award” sebagai Orang dan atau Perusahaan yang berkontribusi teknis istimewa pada bidang rekaman musik. Penghargaan itu, diterima langsung oleh ahli waris Leo Fender yaitu isterinya bernama Phylis Fender dalam suatu upacara bergengsi di Los Angeles, USA.

Itulah, cerita ringan tentang fender, sebuah kisah sukses dari seorang yang memiliki semangat tinggi, kreativitas yang tiada henti serta kecintaan yang luar biasa terhadap dunia musik. Dunia yang banyak disenangi orang, namun disini, para musisi nya masih kurang dihargai sesuai dengan kreativitas yang dimilikinya. Kaset, CD dan VCD serta DVD bajakan masih saja menghadang bagi peluang untuk munculnya maestro musik di Indonesia.

http://fender-jag.blogspot.com

oleh: Eri Ibrahim
Read more

Saatnya Guru Sertifikasi Menjadi Learning Manager

0 komentar
Topik tentang pendidikan sangat menarik untuk dibicarakan, karena berbicara tentang bagaimana melakukan perubahan terhadap diri, dari keadaan kurang berkualitas menjadi orang yang sangat berkualitas. Secara umum bahwa peran pendidikan adalah selalu menjadi tanggung jawab orang tua, guru/sekolah, pemerintah, dan individu yang bersangkutan.

Dari sudut pendidikan di rumah, peran orang tua adalah memberikan pembiasaan positif, bagaimana agar anak terbiasa membaca, terbiasa berkata sopan, terbiasa menolong terbiasa beribadah. Untuk hal ini orang tua harus memberikan model (contoh) terlebih dahulu dan juga menyediakan fasilitas belajar dan bermain, karena bermain juga sebagai kebutuhan primer sang anak.


Kalau ada kata ”education atau pendidikan” dan kata ”teaching atau pengajaran”, maka kata edukasi atau pendidikan ditujukan pada orang tua, sebagaimana peran mereka dalam mendidik keluarga. Namun ada juga orang yang mampu memberikan ”education” dan sekaligus memberikan “teaching” pada keluarga. Tentu ini bagi mereka yang punya komitmen kuat dan mungkin mungkin orang tua menguasai Bahasa Arab, Bahasa China, Bahasa Inggris, atau menguasai matematik, fisika dan yang lain, atau orang tua sebagai pengajar seni baca A-Qur’an. Pendidikan itu memang bermula dari orang tua, kemudian sebagian dilimpahkan pada sekolah dan mesjid (TPA atau Taman Baca Alqur’an) untuk pengajaran atau teaching.

Seperti yang telah dikatakan tadi bahwa peran guru adalah pelaksana teaching, yang umumnya bersifat kognitif, meskipun ada juga mata pelajaran yang bersifat afektif atau pembentukan sikap. Namun pembentukan afektif yang sempurna tentu saja di rumah melalui model dari orang tua dan suasana rumah.

Semua guru adalah pelayan publik, khususnya siswa-siswi mereka. Dalam mengajarkan suatu mata pelajaran (misal bahasa, sains atau ilmu sosial) pada siswa, maka guru dapat diibaratkan sebagai ”penjual barang” yang sedang menawarkan barang dagangannya pada pembeli dengan berbagai karakter. ”Ada yang melakukan pendekatan yang bagus, ada yang marah-marah, ada yang rada-rada cuek, ada yang menghardik-hardik”. Tentu saja guru yang bisa memberikan pengajaran dengan metode dan pendekatan yang memuaskan dan menyenangkan akan menjadi guru yang signifikan dalam mencerdaskan anak-anak bangsa.

Kalau guru dalam mendidik adalah untuk mencerdaskan dan mencerahkan pemikiran, maka peran orang tua adalah dalam ranah ”afektif” atau sikap. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa peran orang tua dalam membina (mendidik) tingkah laku anak adalah melalui pemberian contoh (teladan atau model) yang idealnya dijiwai oleh pengalaman beragama. Namun fenomena yang terpantau dalam zaman yang penuh dengan hiruk pikuk tekhnologi ini bahwa banyak orang tua mendidik afektif anak namun kurang memolesinya dengan jiwa agama. ”Di rumah jarang melantunkan bacaan Al-quran, membahas betapa pentingnya menyantuni fakir miskin dan anak yatim, betapa penting berpakaian yang rapi dan sopan, betapa penting menjadi orang yang ramah dan suka saling membantu. Kalau demikian tidak perlu heran kalau mereka cenderung melahirkan generasi yang miskin dengan spiritual quotient."

Oleh sebab itu sebelum afektif anak kita menjadi parah maka kita, sebagai orang tua dan guru, musti berubah fokus edukasi dan pengajaran- selalu menyisipkan pesan-pesan moral dan nilai agama dalam setiap interaksi kita dengan anak. Agar pengajaran lebih berbekas dalam sanubari anak maka gaya pembelajaran dan pendekatan musti beralih dari teacher centered menjadi, di mana murid-murid aktif dan mandiri.

Kecerdasan yang dihargai dahulu, secara tradisionil, adalah kecerdasan lingustik dan logis atau matematik. ”Kalau anak jago matematik maka itulah yang diangga sebagai anak jagoan di kelas”. Dalam kenyataan hidup bahwa anak yang jago di kelas hanya gara-gara rajin menghafal namun pribadinya super kuper (kurang pergaulan) juga bisa tidak sukses setelah dewasa, ada yang ”pengangguran” karena tidak beruntung untuk bidang akademik, namun setelah banting stir (tambah semangat untuk berjuang) bisa menjadi pengusaha restoran, sukses melalui dunia hobinya.

Ternyata untuk bisa bertahan hidup, mengembangkan diri, seseorang akan rugi besar kalau hanya mengandalkan satu jenis kepintaran. Lebih lanjut bahwa yang diperlukan dalam hidup adalah seseorang yang memiliki kepintaran berganda, yaitu: kecerdasan space (visual), kinestetik, musik, intrapersonal, interpersonal, logika, visual, dan agama atau spiritual. Pelajaran olah raga dan seni, sebagai contoh, sebagai dua jenis mata pelajaran dengan bentuk kecerdasan yang berbeda, yang selama ini dianggap sebagai mata pelajaran kelas dua (rendahan) tenyata berguna untuk membentuk siswa memiliki fisik yang kuat, jiwa demokrasi dan kreatif.

Menjadi cerdas adalah urusan ”fikiran” yang merupakan fungsi dari organ otak, yang salah satu fungsinya adalah untuk berfikir. Banyak orang tidak menyadari bahwa ternyata potensi otak kita sungguh luar biasa untuk mengubah wajah dunia. Tetapi potensi itu sia-sia saja karena kita belum bisa menggunakan dan memanfaatkannya. Karena sebagian besar kita tidak mengerti dan tidak mengetahui cara memotivasi otak tersebut.

Sekali lagi bahwa potensi otak itu sungguh luar biasa, ia ibarat raksasa tidur. Kalau tidak dikembangkan tentu tidak berfungsi. Mengaktifkan potensi otak harus dilakukan sejak dini, sejak bayi, atau sejak dalam kandungan dengan sikap sabar seorang ibu dan gizi yang dimakannya. Info yang perlu kita ketahui bahwa pertumbuhan otak anak usia 4 tahun baru mencapai 50 %, kemudian anak usia 8 tahun mencapai 80 %. Pertumbuhan ini terjadi dengan mengupaya dan mengaktifkan potensi otak lewat pemainan dan pengalaman atau eksplorasi (merangsang semua panca indera anak). Itulah gunanya anak harus masuk play group, TK- yaitu untuk melakuka proses bermain sambil belajar.

Di SD prestasi belajar anak yang pernah sekolah TK lebih baik dari pada yang tidak pernah. Namun kita perlu tahu bahwa yang paling penting untuk kita lakukan adalah pengelolaan emosi anak melalui seni dan gerak- olah raga. Memasukan anak dalam usia dini ke sekolah bukan bermaksud untuk memaksa mereka untuk mengingat sampai melelahkan otak.

Lihatlah, di TK mereka bermain sambil belajar, bernyanyi dan olah raga. Anak yang cerdas emosinya lebih kreatif, mandiri, inovatif, dapat menolong diri dan dapat menolong orang. Anak murid yang diberi kesempatan untuk tampil di depan kelas akan memupuk rasa percaya diri. Usia SD, SLTP dan SLTA adalah usia pembentukan jati diri.

Umumnya orang sepakat mengatakan bahwa memotivasi kerja otak adalah urusan pendidikan, atau urusan orang tua, guru, masyarakat, pemerintah dan si pemilik otak itu sendiri. Dalam realita bahwa metode dan suasana pengajaran di sekolah sendiri sedikit memotivasi potensi otak, itu kalau siswa hanya disiapkan untuk mendengar dan menerima seluruh informasi. Demikian pula halnya bila sebahagian orang tua di rumah ada yang kurang momotivasi otak anak untuk menjadi kreatif dan produktif dalam berfikir. Apalagi kalau sampai ada orang tua yang berotensi mematikan kreatifitas berfikir anak, gara-gara di rumah terbiasa banyak melarang, banyak mengejek, banyak mematikan semangat berjuang mereka.

Cara belajar kuno yang biasa kita terapkan di sekolah selama ini bisa tidak efektif buat mencerdaskan otak anak didik. Untuk menguasai materi di sekolah , kata Paulo Freire (dalam Indra Djati Sidi,2001:27) bila siswa harus menghafal. Pendidikan seperti ini sangat analog dengan kegiatan menabung, atau belajar dengan gaya bank (bank system method) guru sebagai penabung dan murid sebagai celengan. Ini mengakibatkan murid tidak punya keberanian untuk menyampaikan pendapat, tidak kreatif dan tidak mandiri, apalagi untuk menjadi inovatif.

Suasana belajar yang penuh terpaksa berdampak pada hilangnya aktivitas potensi otak. Untuk mengaktifkan otak maka suasana belajar- di rumah, di sekolah, di tempat penitipan anak, dan di learning center- harus menyenangkan. Tentu saja guru harus punya wawasan luas, ceria, hangat dan berfungsi sebagai fasilitator untuk mengajak dan merangsang anak untuk belajar. Kalau demikian halnya sekolah atau guru harus mengubah paradigma dari teaching (mengajar) menjadi learning (belajar). Sekarang timbul pertanyaaan, ”apa sih beda teaching dengan learning (?)”.

Learning adalah usaha seseorang dalam membangun pemahaman sendiri terhadap suatu objek atau materi yang sedang dipelajari. Sementara teaching adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru terhadap siswa untuk memfokuskan perhatian atau memperoleh perhatian mereka (Mc. Inerney, 1998). Tentu saja makna kata ”learning dan teaching” di atas adalah bisa jadi masih sempit.

Sekolah dan guru sudah, sebagai penyelenggara kegiatang ”teaching and learning” idealnya harus mendapat kepercayaan dari masyarakat untuk mendidik anak mereka. Seharusnya guru- guru, kepala sekolah dan komite sekolah berfikir dan prihatin kalau tiap awal tahun akademik banyak masyarakat kurang melirik sekolah mereka dan mempercayai (mendaftar) anak pada sekolah lain. ”Ada apa gerangan dengan sekolah kita ini, kenapa anak bapak anu atau ibu anu kok tidak melirik sekolah kita ?”. Barangkali ada proses pembelajaran, pelayanan sekolah dan manajemen sekolah yang yang tidak layak dan kurang memuaskan. Maka dengan cara begini berarti sekolah dan guru ikut mempertanggungjawabkan pendidikan tersebut pada masyarakat, dan bukan pada pemerintah saja dalam bentuk laporan demi laporan yang kadang kala penuh dengan polesan.

Lebih lanjut tentang bagaimana arus kebijakan pendidikan sebelumnya di nusantara ini ? Tentu saja arus kebijakan atau arus komando selalu turun dari atas ke bawah. Arus komando atau birokrasi yang sebelumnya terlalu berkarakter sentralis yang panjang. Kebijakan dan keputusan dimulai dari pusat ke propinsi, ke kabupaten, ke sekolah dan ke guru. Dan ini terbukti tidak efektif lagi, sebab sering komando dari atas salah tafsir (karena tidak dimengerti setelah sampai di bawah, atau gara-gara guru kurang kreatif). Syukurlah bahwa rantai komanto atau birokrasi tersebut kini telah diputus menjadi desentralisasi dalam otonomi- otonomi daerah. Maka peran pemerintah juga bergeser dari regulator menjadi fasilitator. Itulah mengapa pemerintah hanya menetapkan standar minimun untuk kelulusan (sebagai contoh).

Fenomena Otoda dan desentralisasi sangat tepat untuk era sekarang- era globalisasi. Era ini ditandai oleh komputerisasi, efisiensi, transparansi, profesionalisme dan kualitas yang tinggi. Untuk itu guru harus kompeten dan berkualitas yang ditandai dengan karakter ”komputerisasi, efisiensi, transparansi, profesionalime, berkualitas”, juga mampu berkomunikasi untuk membentuk anak didik yang matang intelektual, emosional, moral dan spiritual.

Guru zaman sekarang harus menjadi ”Guru profesional”. Apalagi bagi yang sudah mencicipi kue (uang) yang bernama sertifikasi, yang sudah mereka nikmati untuk renovasi rumah, mempermak mobil second, jalan-jalan ke mal, menabung untuk biaya kuliah, untuk bantu famili atau biaya pendidikan anak. Ada kesan bahwa sebahagian guru penerima sertifikasi adalah sebagai ”guru profesional bual-bualan”. Tidak masalah, untuk selanjutnya kalau mereka mau, mereka bisa saja menjadi guru profesional benaran melalui pengembangan diri lewat buku, menulis, internet, seminar, kuliah, dan lain lain. Kalau mengajar atau berbahasa dalam sosial (di rumah dan di sekolah) mereka telah beralih dari gaya berkomunikasi satu arah menjadi komunikasi dua arah.

Kini semakin banyak guru yang kommit dengan kata ”guru profesional”. Guru profesional adalah ciri untuk guru masa depan atau guru pemberi pencerahan untuk pendidikan bangsa ini. Maka sangat tepat kalau kita para guru kini berfungsi sebagai coach (pelatih), counselor dan learning manager.

Tidak perlu dulu mencari teori, namun coba perhatikan bagaimana aktifitas seorang coach di lapangan. Guru dan siswa langsung turun ke lapangan pembelajaran, tidak beraksi sebagai penonton yang kerjanya cuma berteriak, berseru, bersuit-suit, asal memuji dan sampai memaki-maki, namun ikut mengawasi kualitas, langsung memberi contoh dan langsung memberi semangat lagi. Sambil berada di lapangan ia juga memberikan peran counselor.

Bukan bermaksud terlalu memuji sekolah-sekolah berkualitas di negara tetangga (Australia) seperti diungkapkan oleh pengalaman teman yang telah melakukan studi banding ke sana. Bahwa guru-guru di sana, bila jam pembelajaran dimulai mereka segera bergerak ibarat seorang pelatih. Berjalan tegap, cepat dan bersemangat. Di leher bergelantungan kunci untuk labor,dan lemari dalam kelas. Karena mereka terbiasa melakukan sesuatu untuk pembelajaran sendirian, tanpa minta tolong, kecuali kalau ada asisten, apalagi minta tolong kepada siswa untuk menjemput itu dan ini yang sengaja ditinggalkan atau tertinggal, atau memasang hal hal kecil yang sangat sepele.

Selama pembelajaran amat jarang guru di sana yang terpaku duduk di depan. Aktivitas yang dilakukan adalah berbicara tentang apa dan bagaimana topik, memberikan model dan meminta respon siswa, kemudian memberi pelayanan secara individual tanpa melupakan monitoring secara klasikal. Sekali-sekali sang guru berhenti dekat bangku siswa, sharing fikiran dan menulis sesuatu langsung di atas meja. Karena ternyata meja belajar siswa di sana terbuat dari bahan papan atau bahan yang bisa ditulis dan sekaligus bisa dihapus kembali. Suasana iklim kelas mencerminkan adanya pelayanan prima. Sang guru tentu sangat tahu bahwa mereka digaji oleh negara untuk melayani dan mendidik dengan prima.

Peran guru masa kini, khusus bagi mereka yang sudah memperoleh pengalaman, traning, informasi apalagi yang sudah menikmati dana sertifikasi (sekali lagi) musti berperan sebagai learning manager. Sebagai pengelola (manager) untuk mencerdaskan siswa maka mereka musti kenal betul dengan siapa siswanya dan apa materi pembelajaran yang terbaik buat mereka. Apakah siswa memang belajar optimal ? Untuk itu mereka selalu memberikan motivasi, melakukan monitor dan evaluasi, kalau ada yang kurang diperbaiki dan kalau meningkat segera diberi reward.

Paling kurang guru yang bertinak sebagai learning manager memahami 4 pilar pendidikan yang dipopulerkan oleh oleh komisi Unesco yaitu setiap orang harus dapat; learning to think- creative thinking, learning to do- problem solving, learning to be- himself/ independent, dan learning to live together. Atau belajar untuk berfikir- yang berarti berfikir kreatif, belajar untuk berbuat yang berarti menyelesaikan masalah, belajar untuk mandiri, dan belajar untuk bisa hidup bersama-sama. Maka guru sebagai learning manager harus tidak mendorong pembelajaran yang membeo atau siswa yang pasif dengan kebiasaan siswa yang cuma sekedar menghafal menghafal sepanjang hari.


(Catatan: 1) Indra Djati Sidi. (2001). Menuju Masyarakat Belajar: Menggagas Paradigma Baru. Jakarta: Logos. 2) McInerney, Denis. (1998). Educational Psychology, Constructing Learning, 2nd edition. New York: Prentice Hall)


Oleh : Marjohan M.Pd, Guru SMA Negeri 3 Batusangkar juga Penulis Buku School Healing Menyembuhkan Problem Sekolah
Read more

Budaya Sendiri Tidak Dicinta

0 komentar
Baru-baru ini banyak warga Indonesia tersentak mengingat kembali sejarah, budaya, lagu-lagu Indonesia, bahkan bersemangat menyanyikan lagu kebangsaan, Indonesia Raya. Semua itu terjadi karena ulah salah satu negara tetangga. Malaysia, negara tetangga yang serumpun dengan Indonesia, telah membuat amarah pemuda-pemudi kita, karena mereka mencomot berbagai lagu dan budaya Indonesia dianggap miliknya, masuk di situs–situs dan iklan–iklan pariwisata Malaysia. Bahkan lagu kebangsaan kita dicemooh di sebuah forum internet bernama Topix, lirik lagu Indonesia Raya sengaja diplesetkan diubah–ubah menjadi hinaan untuk bangsa Indonesia.

Memang masih diperdebatkan polah tangan jail siapa. Ada yang bilang itu dari pengguna internet di Malaysia, ada yang bilang lagi dari bangsa Indonesia sendiri, yang sengaja membuat plesetan lagu Indonesia Raya agar hubungan Malaysia dan Indonesia semakin memburuk.

Hal-hal itu membuat warga Indonesia sadar untuk mengingat sejarah, budaya, serta lagu kebangsaan.Sebelumnya, memang bangsa Indonesia mulai terlupa akan sejarah dan kebudayaan Indonesia. Tiada perhatian yang memadai kepada budaya dan sejarah bangsa sendiri. Namun ketika budayanya dianggap milik orang lain, nasionalisme orang Indonesia tiba–tiba tumbuh berkobar tanpa komando. Hampir semua rakyat Indonesia bersatu di bawah Sang Saka Merah Putih dalam Negara KesatuanRepublik Indonesia untuk berjuang mempertahankan kebudayaannya agar tidak“diambil”bangsa lain.

Hal ini sangat baik karena masyarakat mulai sadar akan budayanya rawan diklaim negara lain, terutama negara serumpun. Ironis sekali kalau nasionalisme orang Indonesia hanya sebatas pada saat ada konflik dengan negara lain, dan rasa cinta budaya sendiri hanya muncul pada saat diklaim milik negara lain. Hal ini terjadi karena kurangnya perasaan memiliki dan cinta budaya sendiri.

Terlihat minat bangsa kita pada kebudayaan Indonesia minim, contohnya tari–tarian yang banyak dipentaskan di pulau Bali seperti tari Barong dan kecak, lebih banyak diminati turis asing dari berbagai negara. Mereka sangat antusias menyambut pementasan itu dan merasa wajib menonton jika melancong ke Bali. Sebaliknya bagaimana dengan turis domestik? Hanya segelintir orang Indonesia yang menontonnya saat berwisata ke Pulau Bali.Mereka lebih memilih berwisata ke pantai–pantai yang indah, klub–klub malam yang banyak di Bali, atau ke pusat belanja oleh–oleh seperti Pasar Sukawati.

Kiranya kurang rasa cinta budaya sendiri bangsa Indonesia terjadi karena kurangnya pengenalan budaya kepada anak muda, mengakibatkan tidak ada regenerasi pelaku budaya. Kebanyakan anak muda sekarang ingin hal–hal yang serba instan, tidak peduli dengan budaya bangsa, karena mereka lebih senang dengan kehidupan modern.Budaya diangggap sebagai suatu yang kuno dan kurang penting dalam zaman modern. Mereka merasa lebih keren memakai budaya luar negeri yang dianggap lebih elite dan menujukkan status sosial yang tinggi. Contoh kongkrit dapat dilihat pada penggunaan bahasa kalangan anak muda di kota–kota besar, yang kebanyakan sering menggunakan kata–kata asing di samping kata–kata dalam bahasa Indonesia. Salah satu kata yang pernah heboh di kalangan anak muda adalah so what gitu loh.Kata yang terbentuk dari bahasa Inggris dan bahasa Indonesia ini mungkin bisa dibilang sama artinya lalu kenapa. Namun banyak anak muda yang memakai kata ini untuk menanyakan lalu kenapa. Menurut mereka, hal ini menunjukkan bahwa mereka gaul dan mengerti bahasa Inggris.

Kata lain yang banyak dipakai adalah Oh my God atau biasa disingkat OMG. Oh my God ini bisa diartikan sebagai iya ampun. Banyak anak muda memilih menggunakan kata Oh my God atau OMG daripada “iyaampun” saat mereka ingin menunjukkan kekagetan atau kekesalannya. Padahal belum tentu semua yang menggunakan kata OMG ini mengetahui singkatan OMG itu. Namun tetap saja banyak orangmenggunakan kata ini karena menurut mereka, kata ini terlihat lebih keren dibanding kata dalam bahasa Indonesia sendiri.

Contoh lainnya masalah kain batik.Seperti diketahui batik adalah salah satu karya seni pembatik bangsa kita untuk bahan pakaian.Yang mengacu pada dua hal. Pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain.

Kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik sendiri tidak hanya sekedar kain tapi memiliki filosofi tersendiri dalam pembuatannya. Sayangnya kebanyakan perajin batik ini sudah lanjut usia dan hanya segelintir anak muda yang mau meneruskan pembuatan batik ini sendiri. Syukurlah semenjak UNESCO menetapkan batik sebagai warisan budaya bangsa Indonesia, keadaan mulai berubah. Banyak orang yang sebelumnya tidak pernah memakai batik menjadi sering memakai batik termasuk anak muda.Banyak pula anak muda belajar perihal pembuatan batik. Diharapkan hal in itidak karena batik sedang menjadi tren semata.Bagaimana jika nantinya batik sudah tidak menjadi tren? Apakah orang–orang masih mau memakainya? Semoga seni batik Indonesia dapat berkembang.

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa bangsa Indonesia adalah warga yang kurang memiliki rasa cinta terhadap budayanya sendiri, karena kurangnya pengenalan budaya kepada anak muda, sehingga kurang rasa memiliki budaya tersebut. Yang perlu bangsa Indonesia lakukan sekarang adalah mencintai dan mengenal budayasendiri, karena budaya Indonesia adalah milik kita bukan milik orang lain.

oleh: Andrew Pratama
Read more

Panduan Dasar Menulis Esai

0 komentar
Untuk membuat sebuah esai yang berkualitas, diperlukan kemampuan dasar menulis dan latihan yang terus menerus. Berikut ini
panduan dasar dalam menulis sebuah esai.

Struktur Sebuah Esai

Pada dasarnya, sebuah esai terbagi minimum dalam lima paragraf:
1. Paragraf pertama: Dalam paragraf ini penulis memperkenalkan topik yang akan dikemukakan, berikut tesisnya. Tesis ini harus
dikemukakan dalam kalimat yang singkat dan jelas, sedapat mungkin pada kalimat pertama. Selanjutnya pembaca
diperkenalkan pada tiga paragraf berikutnya yang mengembangkan tesis tersebut dalam beberapa sub topik.

2. Paragraf kedua sampai kelima: Ketiga paragraf ini disebut tubuh dari sebuah esai yang memiliki struktur yang sama. Kalimat
pendukung tesis dan argumen-argumennya dituliskan sebagai analisa dengan melihat relevansi dan relasinya dengan masing-
masing sub topik.

3. Paragraf kelima (terakhir): Paragraf kelima merupakan paragraf kesimpulan. Tuliskan kembali tesis dan sub topik yang telah
dibahas dalam paragraf kedua sampai kelima sebagai sebuah sintesis untuk meyakinkan pembaca

Langkah-langkah membuat Esai

1. Memilih Topik

Bila topik telah ditentukan, anda mungkin tidak lagi memiliki kebebasan untuk memilih. Namun demikian, bukan berarti anda siap
untuk menuju langkah berikutnya.

Pikirkan terlebih dahulu tipe naskah yang akan anda tulis. Apakah berupa tinjauan umum, atau analisis topik secara khusus? Jika
hanya merupakan tinjauan umum, anda dapat langsung menuju ke langkah berikutnya. Tapi bila anda ingin melakukan analisis
khusus, topik anda harus benar-benar spesifik. Jika topik masih terlalu umum, anda dapat mempersempit topik anda. Sebagai
contoh, bila topik tentang “Indonesia” adalah satu topik yang masih sangat umum. Jika tujuan anda menulis sebuah gambaran
umum (overview), maka topik ini sudah tepat. Namun bila anda ingin membuat analisis singkat, anda dapat mempersempit topik
ini menjadi “Kekayaan Budaya Indonesia” atau “Situasi Politik di Indonesia. Setelah anda yakin akan apa yang anda tulis, anda
bisa melanjutkan ke langkah berikutnya.

Bila topik belum ditentukan, maka tugas anda jauh lebih berat. Di sisi lain, sebenarnya anda memiliki kebebasan memilih topik
yang anda sukai, sehingga biasanya membuat esai anda jauh lebih kuat dan berkarakter.

2. Tentukan Tujuan

Tentukan terlebih dahulu tujuan esai yang akan anda tulis. Apakah untuk meyakinkan orang agar mempercayai apa yang anda
percayai? Menjelaskan bagaimana melakukan hal-hal tertentu? Mendidik pembaca tentang seseorang, ide, tempat atau sesuatu?
Apapun topik yang anda pilih, harus sesuai dengan tujuannya.

3. Tuliskan Minat Anda

Jika anda telah menetapkan tujuan esai anda, tuliskan beberapa subyek yang menarik minat anda. Semakin banyak subyek yang
anda tulis, akan semakin baik. Jika anda memiliki masalah dalam menemukan subyek yang anda minati, coba lihat di sekeliling
anda. Adakah hal-hal yang menarik di sekitar anda? Pikirkan hidup anda? Apa yang anda lakukan? Mungkin ada beberapa yang
menarik untuk dijadikan topik. Jangan mengevaluasi subyek-subyek tersebut, tuliskan saja segala sesuatu yang terlintas di
kepala.

4. Evaluasi Potensial Topik

Jika telah ada bebearpa topik yang pantas, pertimbangkan masing-masing topik tersebut. Jika tujuannya mendidik, anda harus
mengerti benar tentang topik yang dimaksud. Jika tujuannya meyakinkan, maka topik tersebut harus benar-benar menggairahkan.
Yang paling penting, berapa banyak ide-ide yang anda miliki untuk topik yang anda pilih.

Sebelum anda meneruskan ke langkah berikutnya, lihatlah lagi bentuk naskah yang anda tulis. Sama halnya dengan kasus
dimana topik anda telah ditentukan, anda juga perlu memikirkan bentuk naskah yang anda tulis.

5. Membuat Outline

Tujuan dari pembuatan outline adalah meletakkan ide-ide tentang topik anda dalam naskah dalam sebuah format yang
terorganisir.

1. Mulailah dengang menulis topik anda di bagian atas
2. Tuliskan angka romawi I, II, III di sebelah kiri halaman tersebut, dengan jarak yang cukup lebar diantaranya
3. Tuliskan garis besar ide anda tentang topik yang anda maksud:

* Jika anda mencoba meyakinkan, berikan argumentasi terbaik
* Jika anda menjelaskan satu proses, tuliskan langkah-langkahnya sehingga dapat dipahami pembaca
* Jika anda mencoba menginformasikan sesuatu, jelaskan kategori utama dari informasi tersebut

1. Pada masing-masing romawi, tuliskan A, B, dan C menurun di sis kiri halaman tersebut. Tuliskan fakta atau informasi
yang mendukung ide utama


6. Menuliskan Tesis

Suatu pernyataan tesis mencerminkan isi esai dan poin penting yang akan disampaikan oleh pengarangnya. Anda telah
menentukan topik dari esai anda, sekarang anda harus melihat kembali outline yang telah anda buat, dan memutuskan poin
penting apa yang akan anda buat. Pernyataan tesis anda terdiri dari dua bagian:

* Bagian pertama menyatakan topik. Contoh: Budaya Indonesia, Korupsi di Indonesia
* Bagian kedua menyatakan poin-poin dari esai anda. Contoh: memiliki kekayaan yang luar biasa, memerlukan waktu yang
panjang untuk memberantasnya, dst.

7. Menuliskan Tubuh Esai

Bagian ini merupakan bagian paling menyenangkan dari penulisan sebuah esai. Anda dapat menjelaskan, menggambarkan dan
memberikan argumentasi dengan lengkap untuk topik yang telah anda pilih. Masing-masing ide penting yang anda tuliskan pada
outline akan menjadi satu paragraf dari tubuh tesis anda.

Masing-masing paragraf memiliki struktur yang serupa:

* Mulailah dengan menulis ide besar anda dalam bentuk kalimat. Misalkan ide anda adalah: “Pemberantasan korupsi di
Indonesia”, anda dapat menuliskan: “Pemberantasan korupsi di Indonesia memerlukan kesabaran besar dan waktu yang
lama”
* Kemudian tuliskan masing-masing poin pendukung ide tersebut, namun sisakan empat sampai lima baris.
* Pada masing-masing poin, tuliskan perluasan dari poin tersebut. Elaborasi ini dapat berupa deskripsi atau penjelasan
atau diskusi
* Bila perlu, anda dapat menggunakan kalimat kesimpulan pada masing-masing paragraf.
* Setelah menuliskan tubuh tesis, anda hanya tinggal menuliskan dua paragraf: pendahuluan dan kesimpulan.

8. Menulis Paragraf Pertama

* Mulailah dengan menarik perhatian pembaca.
* Memulai dengan suatu informasi nyata dan terpercaya. Informasi ini tidak perlu benar-benar baru untuk pembaca anda,
namun bisa menjadi ilustrasi untuk poin yang anda buat.
* Memulai dengan suatu anekdot, yaitu suatu cerita yang menggambarkan poin yang anda maksud. Berhati-hatilah dalam
membuat anekdot. Meski anekdot ini efektif untuk membangun ketertarikan pembaca, anda harus menggunakannya
dengan tepat dan hati-hati.
* Menggunakan dialog dalam dua atau tiga kalimat antara beberapa pembicara untuk menyampaikan poin anda.
* Tambahkan satu atau dua kalimat yang akan membawa pembaca pada pernyataan tesis anda.
* Tutup paragraf anda dengan pernyataan tesis anda.

9. Menuliskan Kesimpulan

Kesimpulan merupakan rangkuman dari poin-poin yang telah anda kemukakan dan memberikan perspektif akhir anda kepada
pembaca. Tuliskan dalam tiga atau empat kalimat (namun jangan menulis ulang sama persis seperti dalam tubuh tesis di atas)
yang menggambarkan pendapat dan perasaan anda tentang topik yang dibahas. Anda dapat menggunakan anekdot untuk
menutup esai anda.

10. Memberikah Sentuhan Akhir

* Teliti urutan paragraf Mana yang paling kuat? Letakkan paragraf terkuat pada urutan pertama, dan paragraf terlemah di
tengah. Namun, urutan tersebut harus masuk akal. Jika naskah anda menjelaskan suatu proses, anda harus bertahan
pada urutan yang anda buat.
* Teliti format penulisan. Telitilah format penulisan seperti margin, spasi, nama, tanggal, dan sebagainya
* Teliti tulisan. Anda dapat merevisi hasil tulisan anda, memperkuat poin yang lemah. Baca dan baca kembali naskah anda.
* Apakah masuk akal? Tinggalkan dulu naskah anda beberapa jam, kemudian baca kembali. Apakah masih masuk akal?
* Apakah kalimat satu dengan yang lain mengalir dengan halus dan lancar? Bila tidak, tambahkan bebearpa kata dan frase
untuk menghubungkannya. Atau tambahkan satu kalimat yang berkaitan dengan kalimat sebelumnya
* Teliti kembali penulisan dan tata bahasa anda.

[Sumber: duniaesai]/ menuliskreatif.osolihin.com
Read more

Faedah Membaca Ayat Kursi

0 komentar
Kemaren sore saya kedatangan seorang tamu. Setelah anak-anak Amalia bimbel bahasa Inggris, istri saya mengantarkan pengajarnya untuk pulang, datanglah seorang teman yang terbilang cukup muda. Kami berbincang tentang banyak hal sampai kemudian dia mengatakan dirinya dihinggapi ketakutan, misal ketika dalam kegelapan atau di saat dirinya sedang sendirian. Dia bertanya 'apa yang harus saya lakukan?' Kemudian saya menganjurkan pada sebaiknya ketika dalam ketakutan, kegelapan ataupun sendirian berserah diri pada Alloh SWT dengan banyak-banyak membaca ayat kursi sebab ayat kursi juga disebut dengan asy-syifa atau obat bagi hati kita bila sedang ketakutan.

Keistimewaan al Qur'an antara lain adalah bahwa membacanya dinilai sebagai ibadah meski tidak faham artinya, berbeda dengan doa yang harus difahami artinya.. Anjuran untuk bertadarus banyak sekali dijumpai dalam ajaran Islam. Al Qur'an sendiri menyebut dirinya sebagai hudan (petunjuk), syifa (obat), rahmah (wujud kasih sayang), zikr (peringatan), tibyanan (penjelasan). Di samping itu hadis Nabi banyak menyebut keutamaan dan khasiat membaca surat atau ayat tertentu. Oleh karena itu tidak aneh jika muncul persepsi orang Islam yang menempatkan ayat al Qur'an sebagai asy-syifa atau obat. Hadis tentang khasiat ayat Kursi misalnya menyebutkan, : Jika ayat Kursi dibaca di rumah, maka syaitan terhalang tiga hari dan tukang sihir terhalang 40 hari tidak bisa masuk ke dalamnya. Hadis lain menyebut bahwa barang siapa membaca ayat Kursi setiap habis salat fardu maka ia layak masuk sorga, dan hanya orang jujur dan ahli ibadah yang bisa melakukannya, barang siapa yang membacanya setiap akan tidur maka Alloh memberikan rasa aman kepada dirinya dan kepada tetangga di sekelilingnya. Nabi sendiri pada waktu perang Badar selalu membaca ayat ini, terutama pada bagian ya Hayyu ya Qoyyum.


Artinya ayat Kursi, Alloh, tiada Tuhan selain Dia, yang Hidup dan terus menerus mengurus (makhluk Nya), tidak mengenal ngantuk, apalagi tidur, bagi Nya segala apa yang ada di langit dan di bumi, tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi Alloh tanpa izin Nya, Alloh mengetahui apa-apa yang ada di hadapan mereka dan apa-apa yang ada di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Alloh kecuali apa yang dikehendaki Nya, Kursi Alloh meliputi langit dan bumi, dan Alloh tidak repot mengurusi keduanya, dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Dari ayat itu sekurangnya ada empat hal bisa didalami maknanya. (1) bahwa Alloh itu hayyun dan qayyum, yakni hidup dan aktif mengurusi alam semesta (2) Alloh memiliki dan menguasai langit dan bumi dengan segala isinya, (3) Alloh mengetahui se detail-detailnya tentang apa dan siapa, dan (4) Manusia tidak dapat menggapai ilmu Alloh kecuali sekedar yang dikehendaki oleh Nya. Di antara yang penting untuk difahami dari kandungan ayat Kursi adalah batasan ilmu manusia dan kehendak Alloh.

oleh: M. Agus Syafii
Read more

8 Skill Umum Yang Diperlukan Pada Bisnis Internet

0 komentar
Jika sebelumnya kita sudah membahas hal-hal yang dipersiapkan sebelum memulai bisnis internet, kali ini kita akan ngobrol mengenaik skill atau keahlian umum yang sebaiknya dikuasai jika kita ingin serius menjadi pebisnis internet. Saya sangat menyarankan Anda untuk menguasai skill-skill ini, tidak peduli jenis bisnis internet apa yang Anda jalankan, karena mereka sangat mampu untuk mendukung kesuksesan bisnis internet Anda. Mau tahu apa saja skill yang saya maksud?
[Ads delivered by FeedBlitz]

1. Kemampuan untuk menggunakan komputer dan internet. Ini adalah kemampuan dasar yang hukumnya wajib untuk dikuasai. Mulai dari sekedar menggunakan program perambah web, membuat dan mengirim email, menggunakan messenger, menggunakan teks editor, dan sebagainya. Yang bersifat umum deh pokoknya.
2. Kemampuan berbahasa Inggris. Bagi saya ini juga merupakan basic skill yang sebaiknya dikuasai. Tidak perlu sampai harus bisa ngobrol dengan bule segala, at least, kalau disuruh daftar ke sebuah program luar, gak bingung cara ngisi form pendaftarannya. Salah satu sarana belajar bahasa Inggris yang saya rekomendasikan adalah di sini.
3. Kemampuan menulis atau copywriting. Sebagian besar bisnis internet akan bersinggungan dengan skill ini. Monetisasi blog (terutama paid review), affiliate marketing, digital product creation, dan sebagainya. Sebuah investasi yang berharga deh pokoknya.
4. Kemampuan berkomunikasi, baik verbal maupun lisan. Meskipun yang kita hadapi langsung adalah sebuah kotak layar monitor, namun bukan berarti kita tidak berhubungan sama sekali dengan sesama manusia. Bahkan blog monetizing pun ada kalanya menuntut kita untuk mampu berkomunikasi dengan baik.
5. Kemampuan pemasaran atau marketing. Well, namanya aja sudah ‘bisnis’ internet, ya sudah pasti gak jauh-jauh dari urusan promosi dan pemasaran. Dengan menguasai marketing skill, Anda bisa lebih memahami konsumen Anda dan tahu cara untuk mengembangkan produk dan diri Anda. Dan FYI, ini tidak terbatas pada affliate marketing saja, pada monetisasi blog pun kita bisa menerapkan tehnik-tehnik pemasaran. We’ll talk about this in detail next time.
6. Kemampuan desain grafis. Tidak mutlak, tapi akan sangat membantu Anda. Setidaknya, Anda tahu cara untuk membuat banner atau header sederhana.
7. Kemampuan membuat web. Baik menggunakan CMS atau membangun sendiri secara manual, skill ini merupakan salah satu investasi yang berharga. Tentu saja mencakup penguasaan terhadap bahasa HTML, CSS, dan sejenisnya ya. Kenapa? Karena setidaknya jika ada hal-hal kecil yang ingin Anda lakukan terhadap situs Anda, Anda tidak perlu lagi menyewa jasa orang lain untuk melakukannya. Hemat biaya, hemat waktu. Anda bisa belajar mengenai hal ini melalui salah satu produk PanduanDasar.Com, Panduan Dasar Membuat Website *promosi*
8. Kemampuan SEO. Bukan karena saya menjual produk mengenai SEO, namun penguasaan mengenai tehnik-tehnik SEO merupakan sebuah modal berharga yang akan sangat berguna apabila bisnis internet yang Anda lakukan banyak berhubungan dengan situs web. Sama seperti kemampuan membuat web, Anda juga dapat menghemat banyak biaya dengan meng-DIY-kan proses optimasi mesin pencari terhadap situs Anda.

Sumber: Cosa Aranda Dot Com
Read more

Pentingnya Berjiwa Besar Bagi Guru

0 komentar
Profesi guru dapat dikatakan sebagai profesi pelayanan di bidang jasa, sama halnya dengan orang yang bekerja di bidang kesehatan, atau di bidang jasa lainnya. Orang-orang yang bekerja dalam bidang jasa bekerja sesuai dengan moto yang dianut oleh instansi mereka, sebagai contoh “Kami melayani anda dengan senyum, kami melayani anda dengan sepenuh hati, Kepuasan pelanggan adalah komitmen kami, dan lain-lain”.

Namun sebagian guru ada yang telah melupakan motto mereka-tut wuri hadayani, sebagai konsekwensinya mereka cenderung mengajar sesuka hati, atau sesuai dengan kata hati saja. Barangkali karena mereka cuma banyak berhubungan dengan manusia kecil- anak didik, yang mungkin tak perlu pelayanan.

Orang-orang yang bekerja di bidang kesehatan mungkin juga berfikir demikian pula. “Wah kan cuma melayani orang sakit, pasien yang baik, tentu pasien yang patuh dan tidak banyak ngomong dan mematuhi suruhan dan larangan rumah sakit”. Namun entah mengapa secara pelan-pelan pasien menyerbu rumah sakit di Malaka, di Negeri Jiran. Apa alasannya “kami puas dengan pelayanan yang mereka berikan”.

Baru-baru ini ada teman baru pulang dari mengikuti program magang guru di Australia (Program magang guru MIPA-guru SBI- Propinsi Sumatra Barat) mengatakan bahwa kualitas otak guru-guru kita tidak kalah dari kualitas guru-guru di Australia. Keunggulan atau kelebihan guru di sana adalah pelayannan mereka pada anak didik, atau prefesionalitas dalam pelayanan selama pembelajaran. .

Bila anak didik bertanya pada guru dalam suatu kelas, “Miss Nancy, I don’t understand about this subject”. Maka guru dengan serta merta segera bangkit, tersenyum dan buru-buru mendatangi bangku siswa sambil berucap “What Can I do for you”, kalau siswa mampu menyelesaikan sebuah problem, langsung memberi appresiasi “Oh great, how could you do that”, dan kalau siswa salah/ belum benar dalam mengerjakan soal, masih berucap hal-hal positif “That’s oke, I am sure you can do it”.

Hal yang kontra, tanpa merendahkan kualitas guru kita sendiri, kalau ada seorang siswa yang bertanya dalam PMB maka dengan bergaya seorang bos, siswa akan dipanggi ke depan/ ke meja guru “Yang tidak mengerti mari maju ke depan”. Atau komentar lain, “Ini saja kamu tidak mengerti”. Kemudian kalau siswa melakukan kesalahan dalam menjawab soal maka kita/ guru akan berkomentar, “Wah kalau begini cara kamu lebih baik kamu turun kelas atau ikut les privat saja !”. Alhasil banyak siswa cenderung memilih bungkem dari pada dimarahi atau ditertawakan guru.

Apakah ekspresi di atas terlalu mengada-ada atau tidak, namun fenomena tersebut dapat kita jumpai dengan mudah pada berbagai sekolah. Kalau begitu kenyataannya apa yang kurang bagi kita sebagai guru? Tentu saja kita kurang berjiwa besar, kurang menyadari bahwa kita digaji atau dibayar oleh negara untuk mendidik, apalagi bagi guru yang sudah menerima imbalan sertifikasi maka sudah sewajarnya kita menunjukan pelayanan prima- excellent service- dalam PBM, dan segera menjadi guru yang memiliki jiwa besar dan berfikir positif.

Berjiwa besar dan berfikiran positif ? David J Schwartz (1996) menulis buku dengan judul “The Magic of Thinking Big”, yaitu tentang berfikir dan berjiwa besar. Idenya sangat bagus kita adopsi, sebagai guru, agar kita bisa meningkatakan pengabdian dan pelayanan pada anak didik.

Kata “berfikir positif” sering diikuti oleh kata ‘berjiwa besar”. Dalam hidup banyak orang yang berbicara tentang kata atau frase tersebut. Ini menandakan kesadaran untuk menjadi manusia yang baik sudah menjadi dambaan. Orang yang memiliki pikiran positif dan sekaligus berjiwa besar sangat dihargai dan dianggap memiliki derajat yang tinggi. Menjadi orang yang berfikiran positif dan berjiwa besar dapat digapai dengan ilmu dan mengamalkan agama.

Dalam Al-Quran (58:11) dijelaskan bahwa Allah Swt meninggikan derajat orang yang beriman, yaitu orang yang diberi ilmu. Sekali lagi, bahwa untuk menjadi orang yang berfikiran positif, sangat membutuhkan ilmu pengetahuan, pembiasaan, atau latihan dan kesabaran. Berfikir positif sangat bermanfaat bagi guru sebagai pendidik. Salah satu manfaat yang kita rasakan adalah menjadi guru yang berhasil dalam mendidik.

Keberhasilan dalam hidup, apakah sebagai pebisnis, sebagai guru, wiraswasta, dan lain-lain, tidak bergantung pada besarnya otak yang kita miliki atau kecerdasan kita saat kuliah dulu, tetapi ditentukan oleh cara berfikir positif- berarti kemampuan afektif. Maka berarti bersekolah sudah tidak tepat lagi kalau hanya untuk mencerdaskan otak, namun membiarkan sikap atau kepribadian menjadi kerdil.

Harus diakui bahwa kita dan semua guru adalah produk dari cara berfikir orang di lingkungan kita- cara mereka merespon dan memberi kita stimulus sejak kecil. Coba ingat dan perhatikan cara berfikir orang tua kita, paman kita, tetangga, atau kenalan kita atau kita sendiri: “kalau badan saya cukup sehat cuma kantong saja yang sakit. Tetangga saya kerjanya cuma goyang-goyang kaki, tiba tiba kok jadi kaya mendadak…,kepala sekolah saya kerjanya mengurus proyek melulu….., Saya ingin maju tapi tidak punya waktu…!” Demikian beberapa komentar, yang terwujud dari cara berbicara dan cara berfikir kita dalam percakapan pribadi. Ini pertanda bahwa kebanyakan cara berfikir kita bisa jadi juga kerdil.

Anak-anak kita dan siswa-siswi kita menjadi orang baik atau menjadi orang buruk juga ditentukan dari cara berfikir kita. “Menurutku, kamu adalah anak yang baik. Kamu disenangi karena sungguh jujur atau saya tidak sudi lagi menajak kamu belajar di sini, …susah saya lagi untuk percaya padamu”. Kata kata yang kita ucapkan segera kita lupakan namun selalu tertancap dalam sanubari anak, adik dan kenalan kita dan sekaligus akan mempengaruhi pribadi mereka.

Eksistensi (keberadaan) diri kita memang ditentukan dari cara kita berfikir. Apakah fikiran kita menentukan diri kita sebagai guru yang berharga atau tidak. Kalau fikiran kita mengungkapkan diri kita adalah guru yang berharga maka mari kita wujudkan ke dalam penampilan , cara berpakaian, cara berjalan, cara tersenyum dan cara berbicara, Maka kemudian beritahu orang tentang apa yang bisa kita perbuat. “Apa yang bisa saya kerjakan buat anda ?” dan kita tidak akan berucap lagi “Maaf saya tidak sanggup”. Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan kalau kita sungguh-sungguh ingin menjadi guru berhati lapang (berfikiran positif) tanpa pernah membiarkan jiwa tumbuh kerdil,yaitu: menjaga kualitas human relation, mempelajari tentang bagaimana menjadi guru berhati lapang atau berjiwa besar.

Never let personality grow small

Never let personality grow small atau jangan biarkan jiwa tumbuh kerdil. Ada hal-hal yang perlu kita hindari karena berpotensi membuat jiwa tumbuh kerdil seperti kebiasaan suka berdalih, memompakan pikiran negatif pada banyak orang, anti kerja keras dan malas. Hal-hal sepele ini bisa bercokol pada diri kita dan kadang kala kita pelihara sepanjang waktu.

Tidak bagus jadi pendidik yang gemar berdalih atau mencari-cari alasan. Namun kenyataannya kita gemar melontarkan ekspresi berdalih. Ketika kita diberi amanat untuk tampil kita berdalih, “Wah pak, janganlah dulu, saya belum siap…., wah pekerjaan itu terlalu mudah buat saya, atau apakah Bapak tega melihat saya berlumuran Lumpur…!”

Selanjutnya cegahlah pertumbuhan jiwa yang kerdil dengan memilki karakter suka belajar/ bekerja keras dan tekun dalam kehidupan ini. Untuk menjadi sukses, misal menjadi guru inti, menjadi kepala sekolah, menjadi widyaswara, menjadi penulis sukses- atau sukses pada bidang lain, maka diperlukan ketekunan dan kerja keras. Ki Hajar Dewantoro, telah member model buat kita. Ia sangat tekun dan suka kerja keras sehingga motonya “ing madya mangun karso, ing ngarso sing tulodo, tut wuri handayani’ dikenang sepajang zaman. Sayang banyak guru kurang paham dengan moto ini lagi.

Human relation

Cara kita berfikir, apakah cendrung berfikir negatif atau malah berfikiran positif, terlihat dalam human relation- hubungan kita dengan manusia lain seperti dengan teman, tetangga, family. Agar guru tidak terjebak dalam gaya berfikir kerdil maka tidak pantas kalau setiap kali berjumpa dengan seseorang, kita terjebak cuma berbicara tentang kesehatan kita sendiri. “saya kurang sehat kemaren tidak bisa mengajar , sudah tiga bulan diserang asam urat… sudah pergi ke puskesmas”. Kemungkinan percakapan tentang kesehatan sendiri akan membuat orang lain bosan, sebab dapat membuat kita menjadi rewel dan terkesan egosentris.

Masih seputar human relation bahwa kualitas diri kita ada pengaruhnya dari hubungan kita dengan orang lain. Kalau teman kita (walau sebagai guru) rata-rata misalnya pencandu “penyabung ayam atau suka taruhan atas pertandingan sepak bola” pasti kita juga dinilai sebagai guru dengan pribadi negatif- guru yang gemar berjudi. Memang orang dinilai berdasarkan siapa teman-teman mereka. The bird with the same colour fly together- burung yang sama bulunya terbang bersama.

Hubungan seseorang menentukan keberhasilan mereka. Guru bergantung pada keberadaan siswa, penjual bergantung pada pembeli, pedagang bergantung pada pembelinya, dan lain-lain. Profesi yang berhubungan dengan pelayanan lebih baik berfokus pada pemberian layanan yang prima- excellent service. Bila ini dilakukan maka pamor (nama baik), termasuk uang, akan datang dengan sendirinya.

Sebagai guru maka sangat bermanfaat bila kita memiliki hati yang hangat. Bagaimana suasananya bila seseorang yang berhati hangat datang menghampiri kita dan mengatakan “hallo”, “assalamualaikum” atau ungkapan greeting lainnya dengan mudah. Ini berarti bahwa ia sedang mengembangkan dan meningkatkan kualitas persahabatan dengan kita. Cara lain yang bisa menghangatkan persahabatan adalah dengan memberi perlakuan VIP (very important person) atau orang kelas satu pada orang lain, termasuk pada anak didik sehingga ini membuat mereka akan menyenangi bidang studi yang kita ajarkan.

Namun jika anak didik melakukan kesalahan, mengapa kita musti dengan enteng- menggunakan kekuasaan, membentak dan marah-marah pada mereka “Kamu keterlaluan pada saya…. tidak bisa menghormati saya sebagai guru”. Bukankah lebih santun kalau guru member nasehat dengan empat mata. Sebaliknya bila mereka memperlihatkan kerja keras dan hasil belajar yang bagus maka jangan lupa untuk memuji pekerjaannya. Dalam berkomunikasi guru harus menghindari sikap sarkasme (sikap kasar), sikap sinis dan sikap merendahkan orang lain.



Fikiran positif berasal dari kualitas fikiran

Otak adalah pabrik fikiran yang sibuk menghasilkan produk fikiran setiap waktu. lingkungan dan orang-orang sekeliling kita adalah ibarat laboratorium humaniora bagi diri kita. Kita sendiri adalah ahlinya untuk mengamati labor tadi. Kita dapat mengamati mengapa ada orang yang bisa punya banyak teman atau punya sedikit teman. Mengapa ada orang bisa berhasil atau gagal, atau biasa-biasa saja. Maka pilihlah dua orang yang berhasil dan dua orang yang gagal, cobalah mengobservasi dan menganalisanya. Maka akan kita temui dua contoh orang yang berfikiran postif dan berfikiran negatif. Mengembangkan pribadi yang pro berfikir positif tentu perlu strategi. Untuk itu ada strategi yang perlu kita lakukan dan hal-hal yang perlu kita hindari.

Ada guru yang memandang profesi guru rendah, “Wah apalah artinya kami cuma guru SD…!” Seharusnya sekalipun kita guru TK, SD, SMP atau SLTA harus tetap memandang diri dan profesi sebagai hal yang berharga- maka kita adalah manusia penting. Jika kita berbicara dengan orang lain, kita rasakan bahwa itu adalah percakapan dua orang penting. Guru yang berpribadi minder mungkin berkata “wah aku adalah orang yang tidak berhasil”. Seharusnya kita harus merasa diri kita penting dan begitu pula semua orang. “Renungkanlah bahwa anda, pasangan hidup anda, teman anda, siswa anda ingin pula dianggap penting. Semua orang mengidamkan prestise, ingin dihormati dan diakui”.

Guru yang merasa dirinya tidak penting berarti sedang menuju kehidupan yang biasa-biasa saja, “Wah buat aku arus belajar keras, bidang studi yang aku ajar bukan bidang studi untuk UN (ujian nasinal). Sehausnya kita menanamkan dalam fikiran bahwa kita dan bidang studi/ profesi kita adalah juga penting.

Hal lain yang perlu kita hindari, kalau di sekolah ada guru yang santai mencemooh guru-guru yang smart dan bersemangat, Seolah olah berkesimpulan bahwa tidak ada gunanya untuk jadi guru yang tekun dan rajin, “Wah sok rajin, dunia ini tidak akan selesai oleh usaha kita sendiri”. Maka abaikan saja komentar guru atau teman yang berfikiran negatif tersebut.

Menjadi guru berhati lapang- berjiwa besar tidak boleh memonopoli percakapan. Namun coba pula menjadi pendengar, dan dapatkan teman untuk banyak belajar. Menjadi guru yang berhasil berarti harus tidak memiliki kebisaaan “suka menunda waktu, banyak nonton TV dan kebisaaan bergossip”. Namun rencanakan kerja tiap hari- pada malam harinya. Biasakan suka memberi apresiasi pada orang-termasuk pada anak didik,dan memberi komentar serta respon positif. Hindari memperlakukan manusia (anak didik) sebagai mesin, untuk diperintah dan diotak-atik. Sangat tepat memperlakuka anak didik sebagai manusia- yang juga perlu dihormati, dibantu dann dipuji secara pribadi.

Tindakan lain untuk menjadi guru yang berjiwa besar.

Bagaimana tindakan lain yang perlu kita terapkan untuk menjadi guru yang dianggap bisa berjiwa besar ? Setiap guru harus menjadi pemimpin untuk dirinya sendiri. Tidak seorang pun yang memerintahkan kita untuk mengembangkan kualitas pribadi. Apakah kita mau berkembang atau tidak, tertinggal atau bergerak maju. Ini ditentukan oleh ketekunan pribadi kita dan membutuhkan waktu, kerja keras dan pengorbanan yang seius. Guru perlu menajamkan fikiran dengan membaca majalah professional pada bidang studi yang kita geluti, dan membaca buku lain seperti buku filsafat, komunikasi, agama, pedagogi untuk meningkatkan kualitas profesi dan pribadi kita sendiri.

Untuk itu mari kita putuskanlah untuk membeli satu buku yang mendorong semangat tiap bulan dan berlangganan majalah dan jurnal untuk menajamkan gagasan. Nanti akan kita rasakan betapa indahnya menjadi guru yang berjiwa besar. Semoga.

oleh: Marjohan M.Pd
Read more

Kurang Modal? Jual Diri Dong!

0 komentar
Prostitusi, kabarnya adalah ‘pekerjaan’ paling kuno yang pernah ada dalam sejarah manusia. Saya kurang tahu apakah pada jaman dinosaurus sudah ada yang melakoni pekerjaan tersebut atau belum, tapi yang jelas, di jaman nabi, jaman kejayaan Yunani, kekaisaran Roma, dan sebagainya, sudah banyak yang memanfaatkan tubuhnya untuk mencari uang. Gak pria, gak wanita.
[Ads delivered by FeedBlitz]

Tubuh kita memang salah satu modal yang sangat berharga, yang dianugerahkan oleh Allah kepada kita. Jadi sebenarnya, sah-sah saja apabila kita mengeksplor manfaatnya bagi kepentingan kita sendiri. Dan sah-sah saja apabila kita ‘menjual diri’ kita untuk mendapatkan hasil yang lebih besar atau untuk mencapai sesuatu yang menjadi cita-cita kita.

Eits, tunggu dulu. Jangan terburu mandi dan berdandan, kemudian berdiri di trotoar jalan protokol. Bukan itu yang saya maksud. Yang lebih elit dong. Pasang iklan di koran lampu merah misalnya. Loh?

Gini, maksud saya, untuk mencapai sesuatu, kita harus memaksimalkan apa yang ada di dalam diri kita. Termasuk itu tubuh (keuletan), akal (pengetahuan), dan pikiran (mindset, tekat, moral). Dengan memanfaatkan ketiga faktor tersebut sebaik-baiknya, kita akan bisa mengeliminir faktor minusnya materi.

Contoh cara pemanfaatan ketiganya dalam bisnis internet akan dibahas di artikel berikutnya.

Sekarang kembali lagi ke para penjaja kenikmatan. Meskipun banyak dari mereka yang berpenghasilan lumayan, tapi sebenarnya pengeluaran mereka juga lumayan. Ongkos ke salon, ongkos beli baju, ongkos beli kosmetik, dll dsb dst. Ini yang namanya ‘memaksimalkan’ potensi diri. Sebagai pebisnis internet, kita juga harus tidak boleh kalah. Kita harus mampu untuk memoles ketiga elemen yang ada di dalam diri kita agar ketiganya bisa ‘berfungsi’ semaksimal dan seefektif mungkin.

Salah satu caranya adalah dengan berinvestasi — investasi waktu, investasi ilmu, dan investasi sosial.

Investasi waktu adalah bagaimana kita secara disiplin menyediakan waktu kita untuk mempelajari dan mempraktekkan bisnis internet dengan sungguh-sungguh. Kata kuncinya ada di kata ’secara disiplin’, yang berarti, bukan sekedar durasi waktu yang menjadi ukuran, melainkan juga seberapa besar porsi dari waktu tersebut yang benar-benar dialokasikan untuk bersinggungan dengan dunia bisnis internet.

“Aku tiap hari ngenet minimal 2 jam loh!”

“Tapi kok blognya gak updet-updet?”

“Heheheh, iya, soalnya sibuk maen Mafia War sih…”

Karena kata kuncinya adalah ‘disiplin’, maka jangan jadikan faktor-faktor pihak ketiga sebagai alasan untuk gagal. Disiplin berasal dari diri kita sendiri. Dan untuk berdisiplin waktu, ada cara efektif yang dulu juga saya lakukan pada saat awal-awal belajar mengenai bisnis internet. Jadi jangan iri apabila dulu saya ‘hanya’ butuh waktu 3 bulan untuk mendapatkan $1000 saya yang pertama dari Google AdSense. I worked hard for it and I totally deserved it :)

Seperti apa sih caranya? Gampang. Tutup semua channel komunikasi di dunia maya. Uninstall Yahoo! Messenger, uninstall Skype, uninstall mIrc. Kalau perlu, minta seseorang untuk mengganti password Facebook Anda agar Anda tidak bisa login lagi. Gak perlu dihapus lah akunnya, eman-eman. Intinya, minimalisir akses ke kegiatan-kegiatan yang berprioritas rendah secara akal sehat.

Lanjut.

Investasi Ilmu adalah bagaimana kita meluangkan waktu dan menyisihkan sebagian dari modal kita untuk meng-upgrade ilmu yang kita miliki. Dunia bisnis internet terus berputar bagai roda becak. Kadang bisa di atas, kadang bisa di bawah, kadang bisa lewat lumpur, kadang bisa lewat jalan aspal. Maksudnya sih, ilmu yang Anda miliki tidak selamanya abadi, jadi jangan terlalu berpegang pada ego Anda. Apa yang Anda ketahui hari ini bisa saja tidak berlaku lagi di keesokan harinya.

Cari panutan yang tepat, cari guru / mentor yang tepat, dan cari sumber belajar yang tepat. Tambahkan ketiganya dengan sebuah pikiran yang terbuka (open mind) dan selamat, Anda telah mendapatkan kombinasi yang dashyat untuk meningkatkan pengetahuan Anda di bisnis internet.

Tapi jangan lupa, belajar terus juga gak ada gunanya. Kudu praktek, praktek, dan praktek. Jadi buatlah jadwal yang berimbang antara waktu belajar dengan waktu praktek. Jangan biarkan ilmu yang sudah didapat berkarat begitu saja di dalam salah satu ruang otak Anda.

Yang terakhir, investasi sosial adalah bagaimana Anda meluangkan waktu Anda untuk bersosialisasi dengan sesama pebisnis internet, baik yang sama-sama masih belajar atau yang sudah sukses. Prosesnya bisa dilakukan di dunia maya (conference, forum) atau di dunia nyata (gathering, workshop, seminar). Tahu tidak, dua kesalahan yang sering dilakukan oleh mereka yang berminat dengan bisnis internet adalah:

* Mereka menutup diri terhadap orang lain. Maunya belajar belajar sendiri, sukses sukses sendiri, makan makan sendiri, dan minum minum sendiri. Alhasil, tidur pun sendiri, hihihi.
* Mereka memandang acara ‘kumpul-kumpul’ (gathering, workshop, seminar) sebatas arti kata saja. Gathering ya gathering, workshop ya workshop, seminar ya seminar. Padahal, event-event seperti itu merupakan ajang yang tepat bagi Anda untuk berkenalan dan bersosialisasi dengan orang lain. Siapa tahu, suatu saat Anda akan terbantu oleh mereka, atau akan perlu bekerjasama dengan mereka.

Selain itu, dengan bersosialisasi dengan orang lain (sesama pebisnis internet), maka Anda telah mendapatkan teman seperjuangan yang secara tidak langsung akan membuat Anda lebih bersemangat dalam meniti jalur kesuksesan. Gak percaya? Percaya aja deh, udah capek nulis soalnya, bisa kram jari-jari ini kalau masih harus nerangin lagi panjang lebar, hehehe.

Oke, kawan, saya rasa artikel ini sudah cukup panjang, jadi sampai di sini dulu perjumpaan kita kali ini. Sampai jumpa dan sampai bertemu lagi di stasiun dan gelombang yang sama. Bye, bye!

sumber: Cosa Aranda Dot Com
Read more

Tips Memilih dan Membeli Produk Digital

0 komentar
Belajar dari sumber lain merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan skill kita melalui investasi ilmu. Membeli produk digital, misalnya ebook dan video tutorial, merupakan cara yang umum dilakukan. Sayangnya, tidak semua produk digital tersebut dapat bermanfaat bagi proses investasi yang kita lakukan. Bisa karena memang materinya ternyata tidak sesuai dengan yang kita butuhkan, atau karena materinya sudah kita ketahui sehingga nilai manfaatnya bagi kita (bersifat subyektif) terasa kurang, dan sebagainya. Oleh karena itu, perlu bijak dalam memilih dan membeli produk digital, agar modal bisnis internet yang kita keluarkan tidak terbuang percuma.
[Ads delivered by FeedBlitz]

Berikut ini beberapa tips dalam memilih dan membeli produk digital:

* Pelajari isi dan fungsi dari produk yang bersangkutan, apakah sesuai dengan kebutuhan kita atau tidak. Pertimbangkan baik-baik dan jangan sampai Anda membeli hanya karena emosi. Yang paling penting: jika Anda merasa sudah mahir, JANGAN membeli produk yang dibuat untuk pemula. Demikian pula sebaliknya. Kenapa? Karena apabila target market dan consumer benar-benar match, maka saya yakin sebenarnya (hampir) semua produk bermanfaat. So, jangan keburu men-judge ‘pengikut fanatik’ sebuah produk adalah orang ‘bodoh’ yang ‘tertipu’ oleh produk yang bersangkutan. Bisa jadi memang merekalah target sesungguhnya dari produk tersebut dan mereka memang mendapatkan banyak ilmu dari produk tersebut.
* Pelajari track record dari pembuat produk yang bersangkutan — apakah benar ia memang ‘ahli’ dalam bidang yang ia sebutkan, apakah ia pemain lama atau baru, apakah ada orang lain yang mengenalnya, dan sebagainya.
* Pastikan bahwa pembuat produk yang bersangkutan tidak fiktif dan orangnya bisa dihubungi — cek apakah ia memiliki blog (sehingga kita bisa sedikit mengenal tentang dirinya), cek apakah ada info kontak yang valid, dan sebagainya
* Harga memang bersifat relatif, tapi berhubung standar harga untuk produk digital di Indonesia masih termasuk rendah, maka perlu ekstra waspada pada produk-produk yang dijual dengan harga di atas rata-rata. Ekstra waspada di sini dalam arti kita harus ekstra menerapkan poin ke-1 dan ke-2 di atas dengan lebih jeli. Membeli produk berharga 1 juta dari seorang Welly Mulia misalnya, masih jauh lebih aman dibandingkan membeli produk dengan harga yang sama dari seseorang yang bernama Boneng (fiktif) dari situs RahasiaBoneng.Com (fiktif juga).
* Pahami bahwa sales letter adalah sebuah papan iklan yang memang dibuat dengan tujuan agar Anda membeli produk yang bersangkutan. Dan karena namanya iklan, sudah pasti penuh dengan kata-kata bombastis yang diharapkan akan mampu menarik emosi Anda terhadap produk tersebut. Jadi, jangan permasalah bagaimana isi dari sales letter tersebut, tapi permasalahkan bagaimana cara kita membaca sebuah sales letter. Cara yang paling tepat agar tidak terjebak oleh isi dari sales letter adalah dengan mengabaikan isi dari sales letter yang berupa rangkaian kalimat pemasaran dan rangkaian kalimat ‘penggugah emosi’. Abaikan juga gambar atau video yang menunjukkan kemewahan atau keberhasilan karena siapa saja bisa membuatnya.
Bukti transfer di BCA? Ada oknum-oknum tertentu yang bisa membuatkannya untuk Anda, sebuah buku tabungan lengkap dengan mutasi debit / kreditnya. Persis asli.
Video bukti transfer di KlikBCA? Saya bisa dengan mudah meminta bantuan seluruh anggota keluarga besar saya untuk mentransfer sejumlah uang ke rekening saya sehingga seolah-olah ada banyak orang yang membeli produk saya.
Foto atau video penjual produk dengan latar belakang mobil mewah atau rumah mewah? Tinggal sewa saja, 1.5 juta cukup kok untuk proses pengambilan gambar / video.
Screenshot AdSense, Clickbank, Amazon, dan lain-lain? Bisa dimodifikasi dengan menggunakan HTML editor.
Nah loh.
* Masih tentang sales letter, untuk testimoni, perhatikan siapa yang memberikan testimoni. Saya pribadi tidak percaya dengan testimoni yang ditulis dengan model seperti ini:

“Produk ini keren banget. Saya bisa dapet penghasilan minimal 10 juta / bulan sejak menerapkan ilmu yang ada di ebook ini”
– Suti, Malang, suti_xxxx@gmail.com

Siapakah Suti? Alamat email dia apa sebenarnya? Gak jelas banget, kan?
Selain model testimoni di atas, ada juga testimoni yang mencantumkan alamat situs pemberi testimoni. Meskipun ini masih lebih valid dibandingkan model testimoni sebelumnya, tapi pastikan juga untuk mengecek situs yang bersangkutan. Kalau ternyata mengarah ke domain parking atau sebuah blog di Blogspot yang terakhir di-updet 3 tahun yang lalu, ya saya rasa sudah jelas tingkat validitasnya.
* Masih tentang sales letter, meskipun tercantum pernyataan mengenai garansi, biasanya untuk produk lokal kita sulit untuk mengklaim garansi tersebut. Berbeda dengan penjual produk di luar yang terus terang lebih jujur masalah garansi uang kembali. Oleh karena itu, sebaiknya tanggapi pernyataan mengenai garansi tersebut dengan ‘bijak’ alias tidak perlu berharap terlalu banyak, hehehe.
* Terakhir, sebelum benar-benar memutuskan untuk membeli, kunjungi berbagai forum bisnis internet yang ada dan minta pendapat atau masukan dari orang-orang yang SUDAH membeli produk tersebut. Maaf, tapi jangan dengarkan masukkan dari orang yang BELUM / TIDAK membeli produknya atau mendapatkan produk tersebut secara ILEGAL karena pendapat mereka tidak obyektif. Kalau perlu, cobalah cek di forum-forum warez, apakah ada yang menyediakan link download produk tersebut atau tidak. Meskipun bukan ukuran mutlak, namun produk yang kualitasnya di bawah rata-rata biasanya tersedia di forum-forum tersebut.

Kawan, tips-tips di atas sama sekali tidak bermaksud untuk menjelekkan atau menjatuhkan produk atau pembuat produk tertentu. Justru sebaliknya. Apabila ada orang yang membeli produk kita SETELAH mereka menerapkan tips-tips di atas, berarti mereka adalah orang-orang yang memang berminat terhadap produk kita. Bukan yang hanya membeli karena tertipu atau karena coba-coba. Dan saya yakin, untuk di ke depan hari, pembeli seperti mereka lah (yang membeli karena minat) yang jauh lebih berharga bagi kita.

Dan bagi calon pembeli produk digital, yuk cerdas dalam memilih produk :)

sumber: Cosa Aranda Dot Com
Read more

Menjadi Manusia Pembelajar

0 komentar
Berangkat dari sebuah pengalaman hidup, ternyata membawa rahmat yang luar biasa. Bahwa perjalanan kehidupan akan membawa manusia pada proses menemukan diri dan membantu dalam mengarahkan tujuan hidup. Maka pengalaman tidak bisa disalahkan oleh orang lain.

Untuk lebih membantu agar pengalaman hidup lebih berarti, tentunya ada keterbukaan diri terhadap realitas. Realitas akan membawa kearah perubahan yang lebih baik, kembali kepada kesadaran akan hakekat manusia itu sendiri. Maka ketulusan hatilah yang akan membantu menyadarkan kita akan misi hidup.

Melibatkan diri dalam belajar Sewaktu tinggal di Papua dan memperoleh kesempatan mengajar di Sekolah menengah (Kolese Le Cocq d’Armandville Nabire), merupakan pengalaman yang luar biasa dan unik. Pengalaman ini membuka mata hati saya mengenai realitas pendidikan di daerah yang kaya akan sumber daya alamnya. Sungguh bahwa pendidikan menjadi terbelakang dikarenakan banyak faktor dan kesiapan sumber daya manusianya yang masih kurang maksimal.

Hal berbeda yang saya temui di sini yaitu dalam proses belajar mengajar yang sangat berbeda dengan pendidikan di Jawa. Begitu banyak fasilitas yang mendukung terciptanya proses belajar mengajar , namun itu tidak banyak ditemukan di Papua. Nah ini yang membuat sayapun kesulitan dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Untuk itu kita perlu kerendahan hati untuk mengenali budaya mereka, adat, pola pikir, kebiasaan, itupun kalau diperlukan. Setidaknya akan lebih mempermudah kita seorang pengajar mengetahui pola tingkah dan sikapnya. Sekaligus dengan keterbatasan yang ada dapat memaksimalkan hasil yang ada. Apa jadinya kalau para pengajar tersebut membawa budaya dan karakter diri yang tidak bisa selaras dengan pola pikir mereka? Oleh karena itu kesediaan hati kita sebagai pendidik diharapkan dapat mengenali pola pikir mereka agar lebih mudah dalam berinteraksi.

Memang butuh waktu lama untuk mengenali pola pikir mereka, namun semangat yang bernyala-nyala tidak memadamkan api untuk berbagi dengan mereka. Berbicara pola pikir, tidak hanya sebatas pada tatap muka di kelas saja, melainkan ada waktu khusus untuk lebih memperdalam kemampuan kita mengenali pola pikir tersebut. Yaitu di saat waktu senggang, kita bisa meluangkan waktu mengunjungi rumah mereka dan membangun keakraban (building rapport) dengan orang tua dan siswa sendiri. Cara ini akan membuka ruang dialog dan saling terbuka dengan realitas masing-masing. Di saat istirahatpun merupakan waktu yang tepat dalam membangun keakraban (building rapport), sehingga siswapun merasa diperhatikan selama hidup dalam lingkungan sekolah. Merekapun menemukan tempat untuk menumpahkan isi hati dan berbagi.

Begitupun dengan kegiatan di luar intrakurikuler, kesempatan ini cocok untuk membangun keakraban lebih dalam lagi dan mengetahui aktifitas siswa dalam berbagai hal. Pengajar pun bisa langsung berinteraksi dan terlibat dinamika pola pikir siswa dalam memecahkan suatu masalah maupun membangun kepedulian bagi sesama. Dalam tradisi pendidikan kolese siswa akan terbentuk model karakter yang memadukan nilai-nilai, yaitu kecakapan intelektualitas (Competence), kepekaan hati nurani (Conscience), kepedulian terhadap sesama (Compassion).

Dalam lingkungan komunitas (wisma Jesuit) Papua di mana saya pernah tinggal, kebersamaan sangat membentuk sikap mental untuk menjadi pribadi mandiri dalam hidup. Membangun emotional approuch seperti menanamkan biji yang dapat ditunai pada waktunya, artinya pengaruhnya akan dirasakan di saat siswa mengawali belajar mengajar dan terlihat dalam perkembangannya di lingkungan sekolah maupun setelah meningglkan bangku sekolah.

Anggaplah kita pengajar menjadi orang tua mereka di sekolah dan lingkungan pendidikan. Dengan model seperti ini sekiranya dapat diketahui sejauh mana siswa dapat dibentuk/diarahkan seturut dengan karakteristik masing-masing pribadi. Dalam model pendidikan spiritualitas Ignasian pendekatan seperti ini lebih mengarahkan pendidik dan siswa untuk menempatkan manusia sebagai makhluk yang paling asasi dan luhur . Jadi pendidik dan siswa memiliki posisi yang sama dalam belajar dan mengembangkan diri, saling berbagi, mengenali diri masing-masing untuk menuju kearah keluhuran manusia sebagai ciptaan Tuhan.

Berbagi dalam Pelatihan Dalam buku karangan Pak Krishnamurti ”Share the Key” bahwa trainer itu seperti romo (rohaniawan Katolik), misinya ya berbagi saja atau dalam bahasa awam yaitu kegiatan motivator adalah berdakwah. Istilah berbagi, kita mempunyai sesuatu yang bisa berguna bagi orang lain. Baik itu dari kelebihan kita maupun kekurangan. Sehingga orang lain terbantu dengan sesuatu hal yang kita bagikan. Di situlah nampak bahwa manusia menjadi mahkluk yang paling luhur dan layak mendapatkan penghargaan. Begitupun saat training berlangsung, peserta menjadi fokus perhatian para trainer. Sama seperti seorang pendidik yang sedang berhadapan dengan siswa. Dalam trainingpun kesempatan untuk berbagi dapat dipahami dalam konteks, bahwa peserta diharapkan mampu menyerap materi dan dinamika pelatihan yang disampaikan sehingga lebih mengarahkan peserta dapat menggali pola pikir untuk kebaikan dan orang di sekitarnya.

Dalam konteks kolese sebagai pendidikan yang khas bukan pertama-tama hanya soal excellence dalam arti keunggulan akademis/intelektual tetapi sejauh mana pendidikan kolese sungguh bisa menggerakkan dan mengajak banyak orang yang belajar di dalamnya untuk melihat realitas dirinya dan juga realitas lingkungan sekitarnya (masyarakat, budaya, keadilan dan dialog antar umat beriman) dalam perspektif yang lebih luas dan bertanggungjawab . Berbagi dapat menjadi sarana belajar untuk melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi banyak orang.

Seperti dalam bukunya Pak Krishna, bahwa bunda Teresa pernah mengatakan ”Bukan tindakan besar dan hebat yang menentukan hidup kita, melainkan kesetiaan dalam menekuni pekerjaan-pekerjaan kecil dan tidak berarti”. Hal sederhana yang dapat dipelajari dari Bunda Teresa adalah niat dan sikap diri serta melibatkan diri dalam pergumulan hidup bersama orang-orang yang terpinggirkan. Justru sebagai manusia yang sadar akan hakekatnya, kita mau rendah hati untuk peduli dengan sesama, serta belajar dari lingkungan kita.

Seperti St Ignatius saat berusia 33 tahun dan memutuskan untuk masuk seminari. Akan tetapi, dia telah melalaikan belajar bahasa Latin, suatu syarat penting untuk belajar di universitas pada masa itu. Sehingga dia harus kembali ke sekolah untuk belajar tata-bahasa Latin bersama-sama dengan anak-anak kecil di suatu sekolah di Barcelona .

Sederhananya, arti berbagi dalam buku ”Share the Key” Pak Krishna.......Ya berbagi saja, melayani siapapun dan kemanapun. Sang Pembelajar Selama training setidaknya trainer mulai untuk membuka pintu keakraban, sehingga suasana akan lebih nyaman dan hangat. Untuk itu dengan membangun keakraban diharapkan lebih tertanamnya sikap saling menghargai dan terbuka dalam berdinamika. Tidak hanya peserta training saja yang mesti mengolah pikir dan beraktifitas, namun trainernyapun mempunyai kesempatan untuk ikut di dalamnya. Ini lebih menghindari jarak antara peserta dengan trainer, dan menghindari suasana acuh tak acuh. Selain itu akan terbangun semangat kebersamaan, akrab, happy, komunikatif dan berakhir dengan hubungan personal. Sebagai seorang trainer tentunya memunyai pola pikir dalam memandang peserta training.

Mengapa? Ada hal yang kiranya perlu disentuh selama training berlangsung, yaitu relasi dan bahasa hati. Bahasa hati akan lebih dirasakan apabila seorang trainer memanusiakan manusia. Artinya trainer merupakan seorang pendidik yang terlibat dan melibatkan diri sepenuhnya dalam membangun individu agar menjadi manusia seutuhnya yaitu dalam kecerdasan sosial, emosi, spiritual dan intelektual . Memandang manusia secara utuh, menyadarkan kita akan diri sendiri dihadapan orang lain. Salah satu dimensi dalam tradisi Ignasian yaitu relasi antara orang dengan dirinya sendiri. Penghargaan terhadap diri sendiri merupakan sikap yang menyangkut pola berpikir, pola menilai, pola perasaan, dan pola tindakan dalam menentukan titik idealisme diri. Penghargaan terhadap diri sendiri merujuk kepada cara penerimaan diri yang menentukan bagaimana orang berpikir, berperasaan, mengambil keputusan, dan bertindak dalam relasinya terhadap sesama.

Ketidakbahagiaan seseorang terletak kepada caranya memandang diri sendiri. Semakin seseorang meremehkan diri sendiri, membencinya dan menolaknya, semakin jatuh orang tersebut ke dalam jurang depresi . Dengan memandang manusia seutuhnya, dan sadar akan relasi diri, kita diajak untuk terjun dalam pergumulan hiruk pikuknya dunia. Serta menumbuhkan aksi tindakan konkret, menjadi manusia pembelajar yang terus menerus melihat lingkungan sebagai sarana belajar. Menjadi manusia pembelajar butuh kerendahan hati, kesediaan diri serta sikap terbuka terhadap perubahan. Mau terlibat dan melibatkan diri memenuhi panggilan hati untuk berbagi kedamaian dan kebahagiaan. Itulah pribadi pembelajar.

oleh: Adolf Bramandita
Read more

Kecerdasan Spiritual

1 komentar
Sinotar (2001) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai pemikiran yang terilhami. Kecerdasan ini diilhami oleh dorongan dan efektifitas, keberadaan atau hidup keilahian yang mempersatukan kita sebagai bagian-bagiannya. Sedangkan Khavari (dalam Zohar dan Marshall, 2001) berpendapat bahwa kecerdasan spiritual adalah fakultas dari dimensi non material kita ruh manusia.

Menurut Zohar dan Marshall (2001) kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup orang lebih bermakna dibandingkan orang lain.

Kecerdasan spiritual memberi kita kemampuan membedakan kecerdasan spiritual memberi kita rasa moral, kemampuan menyesuaikan aturan yang kaku, dibarengi dengan pemahaman dan cinta serta kemampuan setara untuk melihat kapan cinta dan pemahaman sampai pada batasannya. Kita menggunakan kecerdasan spiritual untuk bergulat dengan ihwal baik dan jahat, serta untuk membayangkan kemungkinan yang belum terwujud untuk bermimpi, bercita-cita, dan mengangkat diri kita dari kerendahan.
Agustian (2001) kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhidi (integralistik) serta berprinsip hanya kepada Allah.
Kesimpulannya bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang berasal dari dalam hati, menjadikan kita kreatif ketika kita dihadapkan pada masalah pribadi, dan mencoba melihat makna yang terkandung di dalamnya, serta menyelesaikannya dengan baik agar memperoleh ketenangan dan kedamaian hati. Kecerdasan spiritual membuat individu mampu memaknai setiap kegiatannya sebagai ibadah, demi kepentingan umat manusia dan Tuhan yang sangat dicintainya.

Prinsip kecerdasan spiritual
Agustina (2001) dalam bukunya menuliskan adanya 6 prinsip dalam kecerdasan spiritual berdasarkan rukun iman, yaitu :
a) Prinsip bintang (star prinsiple) berdasarkan iman kepada Allah SWT.
Yaitu kepercayaan atau keimanan kepada Allah SWT. Semua tindakan hanya untuk Allah, tidak mengharap pamrih dari orang lain dan melakukannya sendiri.
b) Prinsip malaikat (angel principle) berdasarkan iman kepada Malaikat.
Semua tugas dilakukan dengan disiplin dan sebaik-baiknya sesuai dengan sifat malaikat yang dipercaya oleh Allah untuk menjalankan segala perintah-Nya.
c) Prinsip kepemimpinan (leadership principle), berdasarkan iman kepada rasul.
Seorang pemimpin harus memiliki prinsip yang teguh, agar mampu menjadi pemimpin yang sejati. Seperti halnya Rasullullah SAW, seorang pemimpin sejati yang dihormati oleh semua orang.
d) Prinsip pembelajaran (learning principle) berdasarkan iman kepada kitab.
Suka membaca dan belajar untuk menambah pengetahuan dan mencari kebenaran yang hakiki. Berpikir kritis terhadap segala hal dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam bertindak.
e) Prinsip masa depan (visim principle) berdasarkan iman kepada hari akhir.
Berorientasi terhadap tujuan, baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Semua itu karena keyakinan akan adanya hari kemudian dimana setiap individu akan mendapat balasan terhadap setiap tindakan yang dilakukan.
f) Prinsip keteraturan (well organized principle) berdasarkan iman kepada Qodlo dan Qodar
Setiap keberhasilan dan kegagalan, semua merupakan takdir yang telah ditentukan oleh Allah. Hendaknya berusaha dengan sungguh-sungguh dan berdoa kepada Allah.

Ciri-ciri kecerdasan spiritual
Berdasarkan teori Zohar dan Marshall (2001) dan Sinetar (2001) sebagai berikut :
a. Mempunyai kesadaran diri. Adanya tingkat kesadaran yang tinggi dan mendalam sehingga bisa menyadari antuasi yang datang dan menanggapinya.
b. Mempunyai visi. Ada pemahaman tentang tujuan hidupnya, mempunyai kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai.
c. Fleksibel. Mampu bersikap fleksibel, menyesuaikan diri secara spontan dan aktif untuk mencapai hasil yang baik, mempunyai pandangan yang pragmatis (sesuai kegunaan) dan efisien tentang realitas.
d. Berpandangan holistik. Melihat bahwa diri sendiri dan orang lain saling terkait dan bisa melihat keterkaitan antara berbagai hal. Dapat memandang kehidupan yang lebih besar sehingga mampu menghadapi dan memanfaatkan serta melampaui, kesengsaraan dan rasa sehat serta memandangnya sebagai suatu visi dan mencari makna dibaliknya.
e. Melakukan perubahan. Terbuka terhadap perbedaan, memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi dan status quo, menjadi orang yang bebas merdeka.
f. Sumber inspirasi. Mampu menjadi sumber inspirasi bagi orang lain, mempunyai gagasan-gagasan yang segar dan aneh.
g. Refleksi diri, mempunyai kecenderungan apakah yang mendasar dan pokok.


Faktor-faktor yang mendukung kecerdasan spiritual
Menurut Sinetar (2001) otoritas intuitif, yaitu kejujuran, keadilan, kesamaan perlakuan terhadap semua orang, mampunyai faktor yang mendorong kecerdasan spiritual. Suatu dorongan yang disertai oleh pandangan luas tentang tuntutan hidup dan komitmen untuk memenuhinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual menurut Agustian (2003) adalah inner value (nilai-nilai spiritual dari dalam) yang berasal dari dalam diri (suara hati), seperti transparency (keterbukaan), responsibilities (tanggung jawab), accountabilities (kepercayaan), fairness (keadilan) dan social wareness (kepedulian sosial). Faktor kedua adalah drive yaitu dorongan dan usaha untuk mencapai kebenaran dan kebahagiaan.

Zohar dan Marshall (2001) mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual yaitu :
a. Sel saraf otak
Otak menjadi jembatan antara kehidupan bathin dan lahiriah kita. Ia mampu menjalankan semua ini karena bersifat kompleks, luwes, adaptif dan mampu mengorganisasikan diri. Menurut penelitian yang dilakukan pada era 1990-an dengan menggunakan WEG (Magneto – Encephalo – Graphy) membuktikan bahwa osilasi sel saraf otak pada rentang 40 Hz merupakan basis bagi kecerdasan spiritual.
b. Titik Tuhan (God spot)
Dalam peneltian Rama Chandra menemukan adanya bagian dalam otak, yaitu lobus temporal yang meningkat ketika pengalaman religius atau spiritual berlangsung. Dia menyebutnya sebagai titik Tuhan atau God Spot. Titik Tuhan memainkan peran biologis yang menentukan dalam pengalaman spiritual. Namun demikian, titik Tuhan bukan merupakan syarat mutlak dalam kecerdasan spiritual. Perlu adanya integrasi antara seluruh bagian otak, seluruh aspek dari dan seluruh segi kehidupan.

Aspek-aspek dalam kecerdasan spiritual
Sinetar (2001) menuliskan beberapa aspek dalam kecerdasan spiritual, yaitu :
a. Kemampuan seni untuk memilih, kemampuan untuk memilih dan menata hingga ke bagian-bagian terkecil ekspresi hidupnya berdasarkan suatu visi batin yang tetap dan kuat yang memungkinkan hidup mengorganisasikan bakat.
b. Kemampuan seni untuk melindungi diri. Individu mempelajari keadaan dirinya, baik bakat maupun keterbatasannya untuk menciptakan dan menata pilihan terbaiknya.
c. Kedewasaaan yang diperlihatkan. Kedewasaan berarti kita tidak menyembunyikan kekuatan-kekuatan kita dan ketakutan dan sebagai konsekuensinya memilih untuk menghindari kemampuan terbaik kita.
d. Kemampuan mengikuti cinta. Memilih antara harapan-harapan orang lain di mata kita penting atau kita cintai.
e. Disiplin-disiplin pengorbanan diri. Mau berkorban untuk orang lain, pemaaf tidak prasangka mudah untuk memberi kepada orang lain dan selalu ingin membuat orang lain bahagia.

Menurut Buzan (2003) ada sepuluh aspek-aspek dalam kecerdasan spiritual yaitu mendapatkan gambaran menyeluruh tentang jagad raya, menggali nilai-nilai, visi dan panggilan hidup, belas kasih, memberi dan menerima, kekuatan tawa, menjadi kanak-kanak kembali, kekuatan ritual, ketentraman, dan cinta.

sumber: www.masbow.com
Read more

Psikologi Remaja dan Permasalahannya

0 komentar
Hurlock (199) dalam bukunya menuliskan bahwa istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Jersild (dalam Hidayat, 1977) dalam bukunya “The Psychology of Adolescence” menyatakan bahwa masa remaja adalah masa dimana pribadi manusia berubah dari kanak-kanak menuju ke arah pribadi orang dewasa. Stone (dalam Hidayat, 1977) berpendapat bahwa masa remaja adalah masa yang ditandai oleh adanya badai dan tekanan, yang dimulai adanya perubahan-perubahan biologis. Sedangkan Stanley Hall (dalam Hidayat, 1977) berpendapat masa remaja adalah masa kelahiran baru yang ditandai dengan gejala yang menonjol, yaitu: perubahan pada seluruh kepribadian dengan cepat; perubahan pada segi biologis, mulai berfungsinya kelenjar kelamin dan sikap sosial yang eksplosif dan bergelora.

Piaget (dalam Hurlock, 1999) memandang masa remaja sebagai usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Dari segi umur Cole (Dalam Hidayat, 1977) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa umur 13-21 tahun. Sedangkan Jersild (dalam Mappiare, 1982) berpendapat masa remaja antara umur 11-20 tahun awal. Menurut Aristoteles (dalam Hidayat, 1977) remaja adalah masa yang berkisar 14-21 tahun yang ditandai oleh fungsinya kelenjar kelamin. Hurlock (1999) menulis dalam bukunya masa remaja berawal dari umur 13 tahun dan berakhir pada umur 21 tahun

Ciri-ciri masa remaja
Menurut Hurlock (1999) ciri-ciri masa remaja adalah sebagai berikut :
a. Masa remaja sebagai periode yang penting, karena perkembangan fisik, mental yang cepat dan penting dan adanya penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan, adanya suatu perubahan sikap dan perilaku dari anak-anak ke menuju dewasa.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan, karena ada 5 perubahan yang bersifat universal yaitu perubahan emosi, tubuh, minat dan pola perilaku, dan perubahan nilai.
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah, karena pada masa kanak-kanak masalah-masalahnya sebagian besar diselesikan oleh guru dan orang tua sehingga kebanyakan remaja kurang berpengalaman dalam mengatasi masalah.
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas, karena remaja berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya.
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, karena adanya anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak, menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi.
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Karena remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa, karena remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan orang dewasa.

Tak dapat dipungkiri jika kita memandang ciri-ciri remaja diatas, terkadang seorang remaja mengalami berbagai masalah dalam kehidupannya

sumber: www.masbow.com
Read more

blogshop-KOMPASIANA bersama be-BLOG!!!

0 komentar
Ikutilah blogshop-KOMPASIANA bersama be-BLOG!!!…

Dalam rangka memperkenalkan penggunaan BLOG dan meningkatkan kemampuan menulis melalui media BLOG, Komunitas Blogger Bekasi (be-BLOG) didukung oleh Kompasiana.com dan Kompas.com akan menyelenggarakan WORKSHOP mengenai BLOG (blogshop) secara singkat dan cara menulis yang cepat, tepat dan bermanfaat melalui BLOG.

Kegiatan kompasiana-BLOGSHOP tersebut, akan kami selenggarakan pada:

Hari/ Tanggal:

Sabtu, 14 November 2009

Waktu:

Jam 10.00WIB s/d 15.00WIB

Pengajar:

Pengelola kanal blog Kompasiana.com (Jurnalis Kompas) dan blogger be-BLOG.

Tempat:

Balai Patriot Pemerintah Kota Bekasi *

(Jl. A. Yani No. 1, Bekasi Selatan, Bekasi)

Biaya:

Rp. 50.000,- (setiap peserta akan memperoleh fasilitas makan siang, goodiebags dan
sertifikat dari Kompasiana.com)

Biaya harap ditransfer ke rekening sebagai berikut:

YULYANTO

A/C No. 003 034 7943

Bank Central Asia KCU-Gunung Sahari, Jakarta Pusat

(Mohon melakukan konfirmasi pembayaran melalui SMS ke Hp. 0815-8841199, untuk setiap pembayaran yang dilakukan dengan format: BLOGSHOP_nama lengkap ANDA)

Sasaran peserta pelatihan adalah MASYARAKAT UMUM, PELAJAR dan MAHASISWA yang ingin mengenal BLOG dan menulis yang lebih baik. Peserta tidak harus memiliki pengetahuan mengenai BLOG, karena lewat pelatihan ini justru ingin diperkenalkan antara lain tentang cara-cara pembuatan BLOG dan bagaimana cara mengisinya.

Bagi yang sudah mengenal BLOG, pelatihan ini pun bermanfaat guna memperoleh pengetahuan praktis tentang penulisan yang cepat, tepat dan bermanfaat dari para pengelola blog di Kompasiana.com, Jurnalis Kompas dan para blogger berpengalaman lainnya.

Pelatihan akan menggunakan metode praktik langsung, sehingga seusai pelatihan para peserta sudah dapat langsung membuat blog dan meningkatkan kemampuan menulis.

Bagi anda yang berminat mengikuti pelatihan ini, dipersilahkan mengisi kolom komentar dan mengkonfirmasikan pembayarannya di kolom tersebut (jumlah peserta dibatasi jumlahnya, maksimal 40 orang).

Segera daftarkan diri anda, First Come, First Serve. Jadilah blogger yang bisa menulis dengan cepat dan bermanfaat bagi orang banyak.

Salam be-BLOG

Ttd
Panitia kompasiana-BLOGSHOP

Catatan:

* masih dalam tahap konfirmasi

Informasi lebih lanjut mengenai kompasiana-BLOGSHOP ini, bisa menghubungi:

Wijaya Kusumah (Hp. 0815-9155515)

Yulyanto (Hp. 0815-8841199)
Read more

Semangat Eksplorasi Dan Kualitas Pendidikan

0 komentar
Kata lain dari "eksplorasi" adalah menjelajah. Kegiatan eksplorasi tentu saja banyak dilakukan oleh petualang dan pengembara. Kisah-kisah mereka sangat menarik untuk dibaca dan didengar. Dalam pelajaran sejarah dan pelajaran ilmu sosial lain, kita telah mengenal berbagai "eksplorator hebat" melakukan petualangan atau pengembaraan keliling dunia. Vasco Da Gama, Magelhein dan Ferdinan De Lessep menjelajah lautan luas untuk memenuhi rasa ingin tahunya yang kemudian sangat bermanfaat bagi pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Yang lain seperti Ibnu Batutah menjelajah dan menemui negeri-negeri di benua Asia lewat jalan sutera. Imam Al Gazali juga melakukan penjelajahan, penjelajahan spiritual. Saat senggang ia melakukan perenungan dan menulis hingga melahirkan buku-buku, yang paling terkenal adalah seperti buku "Ihya Ulummiddin, Alcemy of Happiness, Ketajaman Mata Hati", dan lain-lain. Kemudian Arkeolog Belanda, Dubois, juga melakukan penjelajahan hingga menemukan fosil-fosil manusia purba Indonesia di desa Trinil, Jawa Timur.

Bagaimana kira-kira karakter dan pribadi dari penjelajah ulung seperti "Vasco Da Gamma, Ferdinan De Lessep, Magelhein, Ibnu Batutah, Imam Al Gazali dan Dubois ? Apakah mereka mempunyai karakter yang cengeng, manja, mudah putus asa, suka mengeluh, suka membuang-buang waktu dan suka hidup dengan jalan pintas dengan motto "hidup santai masa depan cerah"?. Tentu saja tidak, karena pasti mereka mempunyai karakter yang positif, seperti suka bekerja keras, mempunyai pendirian yang teguh, percaya diri yang mantap, banyak wawasan dan pergaulan, serta semangat pantang mundur dan berjiwa besar.

Kemudian bagaimana dengan karakter orang tua mereka sendiri? Mereka pasti mempunyai orang tua yang juga mempunyai peran dan pengaruh besar terhadap perkembangan pribadi mereka- mengembangkan semangat percaya diri dan berjiwa besar. Karakter penjelajah yang telah menjadikannya sebagai orang hebat adalah karena karakternya yang kontras dengan karakter sebahagian anak-anak muda yang hidup di seputar kita, atau mungkin karakter kita sendiri. Bagaimana karakter tersebut? Karakter seperti senang memanjakan diri dan menghibur diri.

Misalnya, kita sering malas berjalan kaki. Menempuh jarak setengah kilometer saja untuk pergi ke sekolah, ke kampus dan ke pasar, kita selalu mengandalkan sarana transport umum, seperti ojek. "Wah aku letih kalau jalan kaki sendirian..., wah aku malu dilihat orang kalau berjalan sendirian..!" Kalau makan dalam suatu pesta, sebahagian masyarakat kita cenderung memperlihatkan karakter boros, mengambil semua hidangan dan kemudian separoh jalan, berhenti makan dan membiarkan makanan yang dipersiapkan oleh tuan rumah dengan harga mahal terbuang sia-sia, pada hal mereka mengaku sebagai orang Islam dan sangat tahu bahwa "almubazirun ikhwanusy syaitan- sikap hidup mubazir adalah sahabat syeitan". Lagi lagi mereka merasa malu kalau dalam pesta menghabiskan hidangan yang ada dalam piring.

Karakter negatif sebahagian masyarakat kita yang lain adalah merasa takut kalau berbeda dengan kebiasaan orang lain. Misal, risih dan malu kalau membaca di tempat umum, malu kalau disebut sebagai orang yang sok rajin- pokoknya malu kalau tampil berbeda dari yang lain. Karakter malu yang begini adalah sebagai karakter yang salah tempat. Yaitu rasa malu yang menghalangi diri untuk maju.

Kemudian, karakter-karakter negatif lain yang juga berkembang dalam masyarakat kita adalah seperti karakter terlalu betah banyak menonton hingga menghabiskan waktu selama berjam-jam di depan layar kaca untuk menonton sinetron, iklan sampai kepada hiburan musik. Juga karakter yang mudah puas menjadi konsumen dan karakter terlalu suka membalut diri dengan penuh kepalsuan. Sebagian orang suka pamer kemewahan lewat property yang disewa atau dipinjam dari orang lain "hidup susah tetapi penampilan seperti toko mas berjalan"..

Diperkirakan bahwa karakter negatif yang berkembang dalam masyarakat kita bisa jadi tumbuh sebagai dampak dari cara mendidik orang tua kita. Misalnya akibat dari kebiasaan orang tua yang miskin dengan nilai pendidikan. Tidak mengkondisikan anak untuk banyak melakukan hal-hal positif- pengalaman berkarya dan berorganisasi/ bersosial di rumah hingga akibatnya anak miskin dengan life skill. Begitu pula dengan pola mendidik orang tua yang tidak menumbuhkan budaya berdialog atau berkomunikasi di rumah. Dimana orang tua cuma pintar menyuruh dan memerintah sang anak semata. Karakter orang tua yang lain adalah sikap masa bodoh- laizzes faire- atas perkembangan kognitif, sikap dan keterampilan anak-anak mereka, dan tidak mewariskan semangat gemar bekerja keras dan sabar dalam menghadapi lika-liku kehidupan ini.

Suatu ketika dalam tahun 1990-an, penulis berkenalan dengan teman-teman dari Perancis (Francoise Brouquisse, Louis Deharven, dan Anne Bedos). Buat apa mereka susah payah, berjalan jauh, menghabiskan waktu dan dana yang banyak? Mereka mengatakan bahwa mereka melakukan eksplorasi sambil holiday untuk tujuan sains dan ilmu pengetahuan. Untuk melakukan perjalanan jauh dari Perancis menuju pedalaman Sumatera (Sijunjung, Lintau dan Halaban) mereka melengkapi diri dengan peta topografi yang diperoleh dari museum Belanda tentang Indonesia, kemampuan berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia- mereka juga mengenal dasar-dasar bahasa Cina dan bahasa negara lain yang berguna saat mengunjungi negara-negara tersebut. Juga mempersiapkan diri dalam bentuk menjaga kesehatan badan dan keuangan yang cukup.

Di sela-sela waktu istirahat mereka melakukan dialog, membaca dan menulis tentang informasi dan pengalaman yang mereka peroleh dalam perjalanan. Waktu mereka sangat teragenda- terjadwal. Walau berasal dari negara moderen dan dari pusat fashion di dunia, Perancis, namun mereka tampil sangat sederhana dan sangat alami. Cara makan sangat Islami (walau mereka bukan beragama Islam)- makan tidak mubazir (menyisakan makanan). Mereka menyukai kulit orang Indonesia sementara sebagian orang Indonesia merasa minder dengan warna kulit sendiri dan sengaja mekai whitening untuk memutihkan kulit "pour quoi les gens ici aimerent a blanchir leur peau ?- mengapa orang orang di sini suka memutihkan kulit ?"

Tentu saja juga banyak orang-orang Indonesia yang memiliki pribadi kuat dan semangat eksplorasi yang tinggi dalam berbagai bidang kehidupan- seni, ekonomi, social, budaya, dan agama. Kisah kisah sukses eksplorasi mereka- para tokoh- tentu dapat kita baca lewat autobiografi mereka atau cerita dari mulut ke mulut. Lantas bagaimana implikasi eksplorasi terhadap pendidikan ? Eksplorasi membuat seseorang lebih cerdas, berwawasan luas dan bermental tangguh. Ekslorasi tidak harus dengan melakukan perjalanan jauh, melintasi bukit dan gunung, menyeberangi lembah dan lautan.

Bayi kecil yang merangkak dan mencari sesuatu tanpa henti-hentinya adalah juga sedang melakukan eksplorasi. Seorang siswa Sekolah Dasar yang asyik membaca kisah pertualangan tak pernah merasa terusik oleh kehadiran orang sekitar juga sedang melakukan tamasya jiwa. Seorang remaja yang duduk dan menuliskan buah fikiran dan pengalaman berarti mencurahkan pengalaman eksplorasinya. Ibu rumah tangga senang menawar harga di berbagai toko juga berarti sedang melakukan eksplorasi harga, agar tidak terjebak dalam permainan harga oleh pemilik toko. Begitu pula dengan seorang calon sarjana (magister dan doktoral) yang bergerak dari satu pustaka ke pustaka yang lain dan mengunjungi berbagai lokasi juga melakukan eksplorasi atau melakukan pencarian. Bangun di tengah malam- bertahajut dan bertanya jawab dalam hati tentang bagaimana seorang hamba menjalani waktu dan mengadukannya pada Ilahi berarti sedang melakukan eksplorasi spiritual.

Pendidikan kita mungkin miskin dengan semangat eksplorasi. Di beberapa sekolah Dasar ada kalanya para siswa seolah-olah di sekap dari pagi hingga siang dan disuguhi hafalan- hafalan, tugas-tugas dan larangan-larangan (mengebiri rasa ingin tahu anak) tanpa mengoptimalkan pengenalan dunia buku. Coba lihat begitu banyak Sekolah Perpustakaan tanpa Perpustakaan dan sebahagian mereka menganggap membaca sebagai sesuatu yang membosankan. Di bangku SMP. SMA, MA dan SMK banyak siswa yang terbelenggu dengan latihan-latihan dan PR-PR, mengolah soal-soal ujian agar nilai UN (Ujian Nasional) tinggi, tanpa diperkenalkan tentang pengalaman hidup- bagaimana cara berdagang, bertani, belayar, beternak, memasak makanan, menjadi pemimpin dalam masyarakat sehingga membuat mereka miskin dalam life skill (keterampilan nilai hidup).

Kemudian saat studi di universitas para dosen cuma menyuguhi dengan ratusan teori, tugas-tugas akademik dan hafalan. Malah banyak gaya belajar mahasiswa ibarat siswa Sekolah dasar dan pelajar yang cuma tahu mencatat dan menghafal. Hingga mereka mencadi penghafal ulung namun miskin pengalaman langsung. Begitu tamat dari perguruan tinggi telah menjadikan mereka sebagai pemimpi ulung yang cuma pintar menunggu seleksi masuk PNS (Pegawai Negeri Sipil) atau menjadi pegawai rendahan di kantor swasta dan BUMN lain.

Idealnya pendidikan kita tidak harus menghafal, menyelesakan soal soal ujian dan mengharapkan selembar ijazah atau sertifikat buat mencari kerja. Namun fenoma adalah banyak orang belajar dan kuliah cuma mengharapkan selembar ijazah. Banyak orang saat kuliah rajin ke perpustakaan, rajin baca buku, pergi kuliah dengan tas yang penuh berisi buku-buku. Namun begitu wisuda dan selesai kuliah maka semua buku disingkirkan dan memilih kesibukan dalam mencari gaya hidup yang lain- fashion, otomotif walau pun otomotif seken. Sehingga banyak yang mengaku sudah sarjana kembali menjadi melek huruf, melek ilmu pengetahuan dan gagap teknologi (gatek). Pembodohan diri dan kristalisasi (membekunya) ilmu pengetahuan bisa menjadi pemandangan.

Para pendidik (guru dan dosen) punya posisi penting untuk mendorong semangat eksplorasi anak didik mereka. Tentu saja para pendidik harus lebih cerdas-memiliki kepintaran berganda- lebih dahulu. Mereka harus melowongkan waktu di luar jam tatap muka untuk melakukan dialog yang berkualitas, mempunyai wawasan yang luas dan menerapkan metode belajar learning by doing, students centered, metode inkuiri, metode debat dan metode diskusi. Bukan metode ceramah melulu, menyuguhi materi hafalan dan menjawab soal soal UN melulu. Pendidik sangat patut menjadi model (berbuat untuk cerdas terlebih dahulu) dan menjadi fasilitator dan motivator.

Orang tua harus pula cerdas karena mereka punya peran dalam mendidik anak- bukan orang tua ideal kalau cuma terlalu menyerahkan pendidikan anak pada sekolah. Orang tua punya peran strategis dalam mendidik anak dalam memanfaatkan waktu. Anak harus pintar belanjar dan pintar mengurus sendiri. Anak punya waktu untuk belajar dan menikmati hiburan dan ikut melakukan aktivitas sosial di rumah dan di lingkungan agar tidak kuper (kurang pergaulan) dan miskin pengalaman dan wawasan.

Bagi mahasiswa, IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) yang tinggi tidak punya arti kalau sikap mental tidak mendukung (susah berkomunikasi, takut mengambil resiko, takut mencoba) karena miskin eksplorasi (hingga miskin dengan pengalaman) maka ijazah sarjana yang diperoleh sangat bagus untuk dipajang saja di dinding rumah.

Semangat eksplorasi untuk hal- hal yang positif sangat perlu dipertahankan. Eksplorasi telah membuat orang kaya dengan pengalaman langsung. Eksplorasi dapat dilakukan lewat menjelajah alam, kota, menjelajah berbagai tempat- mengenal dan berhubungan dengan orang baru, tempat baru dan suasana baru. Orang orang yang gemar melakukan eksplorasi akan memiliki mental yang kuat dan pengalaman yang banyak. Pendidikan juga membutuhkan eksplorasi untuk membuat kualitas pendidikan yang dimiliki seseorang juga meningkat.

oleh: Marjohan M.Pd
Read more

Buku Tamu

:Wikimu - bisa-bisanya kita.../ Gelang merah untuk anak Indonesia

Bening CS© 2011 Design by Insight