Blog

Menulis, Membebaskan

Saya mau menuliskan tentang mengapa saya mau menulis. Sudah banyak hal yang saya kisahkan, katakan, ceritakan dalam halaman-halaman blog ini, juga di berbagai halaman media publikasi publik/warga yang lain, termasuk blog pribadi. Suatu saat saya menuliskan tentang puisi, sebuah ledakan jiwa, keluhan rasa, atau air mata sukma.

Suatu ketika yang lain saya menuliskan tentang kemarahan, kegundahan, ketidaksabaran, kegaduhan ruang berpikir, ruang bathin, ruang sosial. Kadang saya melewati batas norma, kelaziman, kebiasaan. Sebagaimana halnya ketika saya marah dan tak dapat mengendalikan emosi, seperti itulah yang saya tulis. Namun yang pasti bahwa saya menyampaikannya dengan kata-kata yang elok untuk dibaca, sedap juga untuk dinikmati (maaf, ini subjektif)

Kadang saya menuliskan dengan merintih-rintih, memelas, melankolik. Seperti Gibran menuliskan kata-katanya, kadang saya, pada saat-saat tertentu sampai mengintip ke arah itu, walaupun sebenarnya masih sangat jauh (namanya juga mengintip).

Kadang, saya melukiskan sesuatu dengan simbol-simbol, dengan analogi-analogi, dengan perbandingan-perbandingan, dengan majas-majas. Saya mencoba untuk menekankan pada keelokan gaya bahasa. Lantaran itu saya benar-benar sangat selektif dalam memilih diksi atau pilihan kata. Saya tidak mau terjebak pada kelaziman dan mencoba keluar sedikit dari kelaziman itu, sekedar mau menunjukkan dua hal 1) bahwa menulis dengan cara berbeda walau mau mengatakan hal yang sama, 2) memang seperti itulah saya, saya ingin mencoba-coba, mencari sensasi. Dan saya menemukan itu hanya dan dalam media kata dan bahasa tulisan.

Sekedar berbagi, saya menuliskan tentang apa yang saya pikirkan seperti apa yang saya katakan atau ucapkan. Memang menulis butuh energi ekstra, karena bagi saya menuliskan sesuatu seperti apa yang saya katakan/ucapkan tidak sekedar mengucapkan atau menuliskan. Sebaliknya, saya mengucapkan dengan benar dab baik, demikian juga harus pula menuliskan secara benar dan baik.

Mengucapkan, lebih-lebih menuliskan secara baik dan benar artinya: pertama, sesuai dengan kaidah dan tata bahasa yang baik dan benar. Menggunakan pilihan kata yang tepat. gaya bahasa yang pas. Menggunakan simbol dan tanda baca yang tepat. Walau pun sebenarnya untuk ini saya sudah sedang belajar, dan terus belajar. Karena di sana sini masih saya temukan kekurangan dan bahkan kesalahan.

Kedua adalah baik dan benar dalam artian sesuai dengan kesantunan dalam bertutur kata dan berbahasa. Saya berusaha menjunjung tinggi etika dan nilai-nilai. Menuliskan kemarahan dengan santun. Saya menuliskan ketidakpuasan bukan dengan nada mengejek, tetapi mencoba untuk menyampaikan kritik secara kritis.

Ketiga adalah baik dan benar dalam artian sesuai dengan situasi. Setelah saya membaca banyak tulisan para penulis besar, sekurang-kurangnya yang ada di tanah air ini, saya menyimpulkan bahwa jika mau menulis, saya harus menuliskan tentang sesuatu yang benar-benar menyapa pembaca, kontekstual dan harus pula bersifat pemberitaan.

Namun demikian, saya menuliskan tentang semua hal yang mau saya tulis bukan supaya pembaca membaca tulisan saya, bukan pula untuk menjadikannya sebagai ladang uang, saya tidak hendak dan bahkan tidak berpikiran untuk itu. Saya menulis karena saya mau menulis.

Artinya, saya menulis karena sudah sedang belajar mengungkapkan pandangan dan gagasan, kemarahan, kisah cinta, kegundahan, kelemahlembutan dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Saya mencoba untuk menjaga amanah khasanah bahasa bangsa ini. Itu tujuan teknisnya.

Tujuan yang lebih personal adalah bahwa dengan menulis saya menemukan pencerahan. Menulis bagi saya adalah proses pelepasan, yang saya sendiri pun sulit untuk merangkumnya dalam kata-kata. Saya menemukan kebahagiaan yang sangat luar biasa melalui kegiatan yang disebut menulis. Setiap kata yang tercurah, walau pun membutuhkan energi yang besar, tercipta semacam sebuah peleburan ‘orgasme’ hormonal dan intelektual yang dahsyat.

Ketika saya menulis, saya merasa seperti diajak masuk ke dalam ruang kontemplasi, seperti hendak mencari-cari sesuatu, yang kemudian setelah selesai menuliskan tentang sesuatu, walaupun sebenarnya apa yang saya tulis tidak bermakna, saya menemukan kemerdekaan jiwa yang dasyat. Melalui kemerdekaan personal itu saya menemukan siapa saya.

Ternyata saya hanyalah segumpal kata. Tidak lebih dari itu. Saya begitu berbahagia, jika saya dapat menemukan kebahagiaan itu melalui ‘kata’. Mengutip Gibran, saya adalah kata yang kadang tidak bermakna, namun kadang bermakna dalam banyak hal.

oleh: Kris Bheda

0 komentar:

Posting Komentar

Buku Tamu

:Wikimu - bisa-bisanya kita.../ Gelang merah untuk anak Indonesia

Bening CS© 2011 Design by Insight