Blog

Memperingati Hari Batik Sedunia, Adakah Batik Aceh

Banda Aceh - Tahukah anda pada tanggal 2 Oktober 2009 nanti badan dunia UNESCO akan menetapkan batik Indonesia sebagai salah satu warisan budaya dunia? Ya, batik sudah merambah ke berbagai belahan dunia, demikian juga Aceh yang masyarakatnya gemar memakai kain batik. Malahan kini sedang dipopulerkan sebutan “Batik Aceh” sehingga menjadi perdebatan banyak kalangan pemerhati sejarah Aceh. Satu hal yang pasti, masyarakat Aceh sudah gemar memakai kain batik sejak ratusan tahun lalu, sejak kedatangan pendatang dari Pulau Jawa ke Aceh.

Saat Aceh dipimpin oleh pejabat Gubernur Mustafa Abubakar sekitar tahun 2003, batik Aceh mulai gencar mendapat pembinaan dari pemerintah terutamanya melalui Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas). Sehingga di beberapa tempat di Aceh, seperti Banda Aceh dan Lhokseumawe terdapat sentra pembuatan batik Aceh. Untuk melatih para pengrajin batik lokal sengaja didatangkan pelatih dari Jawa.

Kini mendekati pengukuhan batik sebagai warisan budaya dunia, kembali menghangat isu tentang “Batik Aceh”. Ada pihak yang beranggapan tidak ada yang namanya batik Aceh namun ada juga yang beranggapan batik Aceh telah ada walaupun dengan teknik pembuatan yang berbeda dari Jawa.

Seorang ahli sejarah Aceh, Nurdin AR, yang dihubungi The Globe Journal, Jumat (25/9) mencoba menjelaskan beberapa hal terkait dengan tradisi batik di daerah Aceh.

Menurut mantan kepala Musium Negeri Aceh ini, tidak ada tradisi membuat batik di Aceh. Yang ada hanyalah tradisi memakai kain batik oleh masyarakat Aceh. “Sudah sejak dulu orang Aceh memakai kain batik, sejak datangnya orang-orang dari pulau Jawa ke Aceh,”katanya.

Namun Nurdin tidak mengetahui secara pasti tahun berapa orang Jawa datang ke Aceh. “Sudah lama sekali, lihat saja ada kampung Jawa di Banda Aceh dan Lhokseumawe hingga kini,”ujarnya. Tidak ada catatan sejarah yang ditemuinya mengenai kedatangan orang Jawa. “Kalau orang Cina datang ke Aceh, berdiam di wilayah Peunayong sekitar 1540,”katanya memberikan perbandingan.

Istilah batik tidak lepas dari proses pembuatannya sendiri. Batik, diambil dari bahasa Jawa “Amba” artinya menulis, dan “Titik”. Kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan “malam/lilin” (wax) yang diaplikasikan ke atas kain, sehingga menahan masuknya bahan pewarna.

Motif batik dibentuk dengan cairan lilin dengan menggunakan alat yang dinamakan canting untuk motif halus, atau kuas untuk motif berukuran besar, sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain. Kain yang telah dilukis dengan lilin kemudian dicelup dengan warna yang diinginkan, biasanya dimulai dari warna-warna muda. Pencelupan kemudian dilakukan untuk motif lain dengan warna lebih tua atau gelap. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan ke dalam bahan kimia untuk melarutkan lilin. Bisa 2-3 bulan lamanya untuk membuat satu lembar kain batik. Tetapi sejak ada teknik membatik yang lain (printing, painting, cap, bahkan sablon), pembuatan batik bisa 2-3 hari saja.

Saat ini batik bisa ditemukan di banyak negara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, India, Srilangka, dan Iran. Di Indonesia sendiri, tak kurang dari 125 motif batik yang tumbuh di masyarakat etnis Jawa.

Nurdin menunjukkan salah satu bukti betapa kain batik sudah lama dipakai oleh orang Aceh. “Lihat saja kain panjang yang bermotif batik, biasa dipakai untuk selimut atau menutupi jenazah. Ini sudah lama sekali dipakai,”ia menjelaskan. Malah ia sendiri selalu membawa kain panjang tersebut setiap pergi keluar kota. “Istri saya selalu menyiapkan kain panjang itu, kalau ada apa-apa tidak usah pakai punya orang lain katanya,”ujarnya tersenyum.

Nurdin tidak menampik kemungkinan nantinya batik juga akan menjadi salah satu budaya Aceh. “Bisa saja 50 tahun nanti, batik menjadi bagian dari budaya Aceh,”tuturnya. Hal ini juga berkaca pada sejarah pembuatan kain songket, yang dulunya dibawa oleh pendatang luar.

“Ilmu menenun kain songket dulunya dibawa dari India kemudian menjadi tradisi masyarakat Aceh,”katanya. Menenun kain songket merupakan tradisi masyarakat Aceh, yang banyak ditekuni oleh kelompok menengah ke atas Aceh dahulunya. Selain memakainya untuk sendiri, masyarakat juga menjualnya kepada umum.

Seorang pecinta batik Aceh, Liza Fathiariani, mengatakan sangat mengagumi batik Aceh seperti yang pernah dilihatnya di Rumah Batik Aceh yang berada di Desa Meunasah Manyang, Aceh Besar. “Ternyata tidak hanya Pulau Jawa yang identik dengan pakaian tradisional ini, tetapi Aceh juga mempunyai potensi yang tidak kalah dalam menghasilkan busana batik,”katanya.

Rata-rata batik Aceh menampilkan unsur alam dan budaya dalam paduan warna-warna berani seperti merah, hijau, kuning, merah muda, dan sebagainya. Keberanian memainkan warna itulah yang memberikan kesan glamor. Motif yang digunakan dalam batik Aceh mengandung makna falsafah hidup masyarakatnya. Motif pintu misalnya, menunjukkan ukuran tinggi pintu yang rendah yang melambangkan kepribadian orang Aceh.

Tapi ada juga kalangan yang kurang menyukai hadirnya batik Aceh. Seorang sumber mengatakan "nasionalisasi batik" merupakan proyek Dekranas sehingga tradisi Jawa ini bisa me-Nusantara.

“Ini namanya konstruksi sosial untuk membentuk imaji-imaji supaya batik seolah-olah juga dimiliki oleh etnis lain di Indonesia. Sayangnya banyak orang Aceh yang sudah hana tusoe droe le (tidak kenal dirinya sendiri-red),”kecamnya.

oleh: Muhammad Nizar

0 komentar:

Posting Komentar

Buku Tamu

:Wikimu - bisa-bisanya kita.../ Gelang merah untuk anak Indonesia

Bening CS© 2011 Design by Insight