Blog

Menjadi Manusia Pembelajar

0 komentar
Berangkat dari sebuah pengalaman hidup, ternyata membawa rahmat yang luar biasa. Bahwa perjalanan kehidupan akan membawa manusia pada proses menemukan diri dan membantu dalam mengarahkan tujuan hidup. Maka pengalaman tidak bisa disalahkan oleh orang lain.

Untuk lebih membantu agar pengalaman hidup lebih berarti, tentunya ada keterbukaan diri terhadap realitas. Realitas akan membawa kearah perubahan yang lebih baik, kembali kepada kesadaran akan hakekat manusia itu sendiri. Maka ketulusan hatilah yang akan membantu menyadarkan kita akan misi hidup.

Melibatkan diri dalam belajar Sewaktu tinggal di Papua dan memperoleh kesempatan mengajar di Sekolah menengah (Kolese Le Cocq d’Armandville Nabire), merupakan pengalaman yang luar biasa dan unik. Pengalaman ini membuka mata hati saya mengenai realitas pendidikan di daerah yang kaya akan sumber daya alamnya. Sungguh bahwa pendidikan menjadi terbelakang dikarenakan banyak faktor dan kesiapan sumber daya manusianya yang masih kurang maksimal.

Hal berbeda yang saya temui di sini yaitu dalam proses belajar mengajar yang sangat berbeda dengan pendidikan di Jawa. Begitu banyak fasilitas yang mendukung terciptanya proses belajar mengajar , namun itu tidak banyak ditemukan di Papua. Nah ini yang membuat sayapun kesulitan dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Untuk itu kita perlu kerendahan hati untuk mengenali budaya mereka, adat, pola pikir, kebiasaan, itupun kalau diperlukan. Setidaknya akan lebih mempermudah kita seorang pengajar mengetahui pola tingkah dan sikapnya. Sekaligus dengan keterbatasan yang ada dapat memaksimalkan hasil yang ada. Apa jadinya kalau para pengajar tersebut membawa budaya dan karakter diri yang tidak bisa selaras dengan pola pikir mereka? Oleh karena itu kesediaan hati kita sebagai pendidik diharapkan dapat mengenali pola pikir mereka agar lebih mudah dalam berinteraksi.

Memang butuh waktu lama untuk mengenali pola pikir mereka, namun semangat yang bernyala-nyala tidak memadamkan api untuk berbagi dengan mereka. Berbicara pola pikir, tidak hanya sebatas pada tatap muka di kelas saja, melainkan ada waktu khusus untuk lebih memperdalam kemampuan kita mengenali pola pikir tersebut. Yaitu di saat waktu senggang, kita bisa meluangkan waktu mengunjungi rumah mereka dan membangun keakraban (building rapport) dengan orang tua dan siswa sendiri. Cara ini akan membuka ruang dialog dan saling terbuka dengan realitas masing-masing. Di saat istirahatpun merupakan waktu yang tepat dalam membangun keakraban (building rapport), sehingga siswapun merasa diperhatikan selama hidup dalam lingkungan sekolah. Merekapun menemukan tempat untuk menumpahkan isi hati dan berbagi.

Begitupun dengan kegiatan di luar intrakurikuler, kesempatan ini cocok untuk membangun keakraban lebih dalam lagi dan mengetahui aktifitas siswa dalam berbagai hal. Pengajar pun bisa langsung berinteraksi dan terlibat dinamika pola pikir siswa dalam memecahkan suatu masalah maupun membangun kepedulian bagi sesama. Dalam tradisi pendidikan kolese siswa akan terbentuk model karakter yang memadukan nilai-nilai, yaitu kecakapan intelektualitas (Competence), kepekaan hati nurani (Conscience), kepedulian terhadap sesama (Compassion).

Dalam lingkungan komunitas (wisma Jesuit) Papua di mana saya pernah tinggal, kebersamaan sangat membentuk sikap mental untuk menjadi pribadi mandiri dalam hidup. Membangun emotional approuch seperti menanamkan biji yang dapat ditunai pada waktunya, artinya pengaruhnya akan dirasakan di saat siswa mengawali belajar mengajar dan terlihat dalam perkembangannya di lingkungan sekolah maupun setelah meningglkan bangku sekolah.

Anggaplah kita pengajar menjadi orang tua mereka di sekolah dan lingkungan pendidikan. Dengan model seperti ini sekiranya dapat diketahui sejauh mana siswa dapat dibentuk/diarahkan seturut dengan karakteristik masing-masing pribadi. Dalam model pendidikan spiritualitas Ignasian pendekatan seperti ini lebih mengarahkan pendidik dan siswa untuk menempatkan manusia sebagai makhluk yang paling asasi dan luhur . Jadi pendidik dan siswa memiliki posisi yang sama dalam belajar dan mengembangkan diri, saling berbagi, mengenali diri masing-masing untuk menuju kearah keluhuran manusia sebagai ciptaan Tuhan.

Berbagi dalam Pelatihan Dalam buku karangan Pak Krishnamurti ”Share the Key” bahwa trainer itu seperti romo (rohaniawan Katolik), misinya ya berbagi saja atau dalam bahasa awam yaitu kegiatan motivator adalah berdakwah. Istilah berbagi, kita mempunyai sesuatu yang bisa berguna bagi orang lain. Baik itu dari kelebihan kita maupun kekurangan. Sehingga orang lain terbantu dengan sesuatu hal yang kita bagikan. Di situlah nampak bahwa manusia menjadi mahkluk yang paling luhur dan layak mendapatkan penghargaan. Begitupun saat training berlangsung, peserta menjadi fokus perhatian para trainer. Sama seperti seorang pendidik yang sedang berhadapan dengan siswa. Dalam trainingpun kesempatan untuk berbagi dapat dipahami dalam konteks, bahwa peserta diharapkan mampu menyerap materi dan dinamika pelatihan yang disampaikan sehingga lebih mengarahkan peserta dapat menggali pola pikir untuk kebaikan dan orang di sekitarnya.

Dalam konteks kolese sebagai pendidikan yang khas bukan pertama-tama hanya soal excellence dalam arti keunggulan akademis/intelektual tetapi sejauh mana pendidikan kolese sungguh bisa menggerakkan dan mengajak banyak orang yang belajar di dalamnya untuk melihat realitas dirinya dan juga realitas lingkungan sekitarnya (masyarakat, budaya, keadilan dan dialog antar umat beriman) dalam perspektif yang lebih luas dan bertanggungjawab . Berbagi dapat menjadi sarana belajar untuk melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi banyak orang.

Seperti dalam bukunya Pak Krishna, bahwa bunda Teresa pernah mengatakan ”Bukan tindakan besar dan hebat yang menentukan hidup kita, melainkan kesetiaan dalam menekuni pekerjaan-pekerjaan kecil dan tidak berarti”. Hal sederhana yang dapat dipelajari dari Bunda Teresa adalah niat dan sikap diri serta melibatkan diri dalam pergumulan hidup bersama orang-orang yang terpinggirkan. Justru sebagai manusia yang sadar akan hakekatnya, kita mau rendah hati untuk peduli dengan sesama, serta belajar dari lingkungan kita.

Seperti St Ignatius saat berusia 33 tahun dan memutuskan untuk masuk seminari. Akan tetapi, dia telah melalaikan belajar bahasa Latin, suatu syarat penting untuk belajar di universitas pada masa itu. Sehingga dia harus kembali ke sekolah untuk belajar tata-bahasa Latin bersama-sama dengan anak-anak kecil di suatu sekolah di Barcelona .

Sederhananya, arti berbagi dalam buku ”Share the Key” Pak Krishna.......Ya berbagi saja, melayani siapapun dan kemanapun. Sang Pembelajar Selama training setidaknya trainer mulai untuk membuka pintu keakraban, sehingga suasana akan lebih nyaman dan hangat. Untuk itu dengan membangun keakraban diharapkan lebih tertanamnya sikap saling menghargai dan terbuka dalam berdinamika. Tidak hanya peserta training saja yang mesti mengolah pikir dan beraktifitas, namun trainernyapun mempunyai kesempatan untuk ikut di dalamnya. Ini lebih menghindari jarak antara peserta dengan trainer, dan menghindari suasana acuh tak acuh. Selain itu akan terbangun semangat kebersamaan, akrab, happy, komunikatif dan berakhir dengan hubungan personal. Sebagai seorang trainer tentunya memunyai pola pikir dalam memandang peserta training.

Mengapa? Ada hal yang kiranya perlu disentuh selama training berlangsung, yaitu relasi dan bahasa hati. Bahasa hati akan lebih dirasakan apabila seorang trainer memanusiakan manusia. Artinya trainer merupakan seorang pendidik yang terlibat dan melibatkan diri sepenuhnya dalam membangun individu agar menjadi manusia seutuhnya yaitu dalam kecerdasan sosial, emosi, spiritual dan intelektual . Memandang manusia secara utuh, menyadarkan kita akan diri sendiri dihadapan orang lain. Salah satu dimensi dalam tradisi Ignasian yaitu relasi antara orang dengan dirinya sendiri. Penghargaan terhadap diri sendiri merupakan sikap yang menyangkut pola berpikir, pola menilai, pola perasaan, dan pola tindakan dalam menentukan titik idealisme diri. Penghargaan terhadap diri sendiri merujuk kepada cara penerimaan diri yang menentukan bagaimana orang berpikir, berperasaan, mengambil keputusan, dan bertindak dalam relasinya terhadap sesama.

Ketidakbahagiaan seseorang terletak kepada caranya memandang diri sendiri. Semakin seseorang meremehkan diri sendiri, membencinya dan menolaknya, semakin jatuh orang tersebut ke dalam jurang depresi . Dengan memandang manusia seutuhnya, dan sadar akan relasi diri, kita diajak untuk terjun dalam pergumulan hiruk pikuknya dunia. Serta menumbuhkan aksi tindakan konkret, menjadi manusia pembelajar yang terus menerus melihat lingkungan sebagai sarana belajar. Menjadi manusia pembelajar butuh kerendahan hati, kesediaan diri serta sikap terbuka terhadap perubahan. Mau terlibat dan melibatkan diri memenuhi panggilan hati untuk berbagi kedamaian dan kebahagiaan. Itulah pribadi pembelajar.

oleh: Adolf Bramandita
Read more

Kecerdasan Spiritual

1 komentar
Sinotar (2001) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai pemikiran yang terilhami. Kecerdasan ini diilhami oleh dorongan dan efektifitas, keberadaan atau hidup keilahian yang mempersatukan kita sebagai bagian-bagiannya. Sedangkan Khavari (dalam Zohar dan Marshall, 2001) berpendapat bahwa kecerdasan spiritual adalah fakultas dari dimensi non material kita ruh manusia.

Menurut Zohar dan Marshall (2001) kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup orang lebih bermakna dibandingkan orang lain.

Kecerdasan spiritual memberi kita kemampuan membedakan kecerdasan spiritual memberi kita rasa moral, kemampuan menyesuaikan aturan yang kaku, dibarengi dengan pemahaman dan cinta serta kemampuan setara untuk melihat kapan cinta dan pemahaman sampai pada batasannya. Kita menggunakan kecerdasan spiritual untuk bergulat dengan ihwal baik dan jahat, serta untuk membayangkan kemungkinan yang belum terwujud untuk bermimpi, bercita-cita, dan mengangkat diri kita dari kerendahan.
Agustian (2001) kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhidi (integralistik) serta berprinsip hanya kepada Allah.
Kesimpulannya bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang berasal dari dalam hati, menjadikan kita kreatif ketika kita dihadapkan pada masalah pribadi, dan mencoba melihat makna yang terkandung di dalamnya, serta menyelesaikannya dengan baik agar memperoleh ketenangan dan kedamaian hati. Kecerdasan spiritual membuat individu mampu memaknai setiap kegiatannya sebagai ibadah, demi kepentingan umat manusia dan Tuhan yang sangat dicintainya.

Prinsip kecerdasan spiritual
Agustina (2001) dalam bukunya menuliskan adanya 6 prinsip dalam kecerdasan spiritual berdasarkan rukun iman, yaitu :
a) Prinsip bintang (star prinsiple) berdasarkan iman kepada Allah SWT.
Yaitu kepercayaan atau keimanan kepada Allah SWT. Semua tindakan hanya untuk Allah, tidak mengharap pamrih dari orang lain dan melakukannya sendiri.
b) Prinsip malaikat (angel principle) berdasarkan iman kepada Malaikat.
Semua tugas dilakukan dengan disiplin dan sebaik-baiknya sesuai dengan sifat malaikat yang dipercaya oleh Allah untuk menjalankan segala perintah-Nya.
c) Prinsip kepemimpinan (leadership principle), berdasarkan iman kepada rasul.
Seorang pemimpin harus memiliki prinsip yang teguh, agar mampu menjadi pemimpin yang sejati. Seperti halnya Rasullullah SAW, seorang pemimpin sejati yang dihormati oleh semua orang.
d) Prinsip pembelajaran (learning principle) berdasarkan iman kepada kitab.
Suka membaca dan belajar untuk menambah pengetahuan dan mencari kebenaran yang hakiki. Berpikir kritis terhadap segala hal dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam bertindak.
e) Prinsip masa depan (visim principle) berdasarkan iman kepada hari akhir.
Berorientasi terhadap tujuan, baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Semua itu karena keyakinan akan adanya hari kemudian dimana setiap individu akan mendapat balasan terhadap setiap tindakan yang dilakukan.
f) Prinsip keteraturan (well organized principle) berdasarkan iman kepada Qodlo dan Qodar
Setiap keberhasilan dan kegagalan, semua merupakan takdir yang telah ditentukan oleh Allah. Hendaknya berusaha dengan sungguh-sungguh dan berdoa kepada Allah.

Ciri-ciri kecerdasan spiritual
Berdasarkan teori Zohar dan Marshall (2001) dan Sinetar (2001) sebagai berikut :
a. Mempunyai kesadaran diri. Adanya tingkat kesadaran yang tinggi dan mendalam sehingga bisa menyadari antuasi yang datang dan menanggapinya.
b. Mempunyai visi. Ada pemahaman tentang tujuan hidupnya, mempunyai kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai.
c. Fleksibel. Mampu bersikap fleksibel, menyesuaikan diri secara spontan dan aktif untuk mencapai hasil yang baik, mempunyai pandangan yang pragmatis (sesuai kegunaan) dan efisien tentang realitas.
d. Berpandangan holistik. Melihat bahwa diri sendiri dan orang lain saling terkait dan bisa melihat keterkaitan antara berbagai hal. Dapat memandang kehidupan yang lebih besar sehingga mampu menghadapi dan memanfaatkan serta melampaui, kesengsaraan dan rasa sehat serta memandangnya sebagai suatu visi dan mencari makna dibaliknya.
e. Melakukan perubahan. Terbuka terhadap perbedaan, memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi dan status quo, menjadi orang yang bebas merdeka.
f. Sumber inspirasi. Mampu menjadi sumber inspirasi bagi orang lain, mempunyai gagasan-gagasan yang segar dan aneh.
g. Refleksi diri, mempunyai kecenderungan apakah yang mendasar dan pokok.


Faktor-faktor yang mendukung kecerdasan spiritual
Menurut Sinetar (2001) otoritas intuitif, yaitu kejujuran, keadilan, kesamaan perlakuan terhadap semua orang, mampunyai faktor yang mendorong kecerdasan spiritual. Suatu dorongan yang disertai oleh pandangan luas tentang tuntutan hidup dan komitmen untuk memenuhinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual menurut Agustian (2003) adalah inner value (nilai-nilai spiritual dari dalam) yang berasal dari dalam diri (suara hati), seperti transparency (keterbukaan), responsibilities (tanggung jawab), accountabilities (kepercayaan), fairness (keadilan) dan social wareness (kepedulian sosial). Faktor kedua adalah drive yaitu dorongan dan usaha untuk mencapai kebenaran dan kebahagiaan.

Zohar dan Marshall (2001) mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual yaitu :
a. Sel saraf otak
Otak menjadi jembatan antara kehidupan bathin dan lahiriah kita. Ia mampu menjalankan semua ini karena bersifat kompleks, luwes, adaptif dan mampu mengorganisasikan diri. Menurut penelitian yang dilakukan pada era 1990-an dengan menggunakan WEG (Magneto – Encephalo – Graphy) membuktikan bahwa osilasi sel saraf otak pada rentang 40 Hz merupakan basis bagi kecerdasan spiritual.
b. Titik Tuhan (God spot)
Dalam peneltian Rama Chandra menemukan adanya bagian dalam otak, yaitu lobus temporal yang meningkat ketika pengalaman religius atau spiritual berlangsung. Dia menyebutnya sebagai titik Tuhan atau God Spot. Titik Tuhan memainkan peran biologis yang menentukan dalam pengalaman spiritual. Namun demikian, titik Tuhan bukan merupakan syarat mutlak dalam kecerdasan spiritual. Perlu adanya integrasi antara seluruh bagian otak, seluruh aspek dari dan seluruh segi kehidupan.

Aspek-aspek dalam kecerdasan spiritual
Sinetar (2001) menuliskan beberapa aspek dalam kecerdasan spiritual, yaitu :
a. Kemampuan seni untuk memilih, kemampuan untuk memilih dan menata hingga ke bagian-bagian terkecil ekspresi hidupnya berdasarkan suatu visi batin yang tetap dan kuat yang memungkinkan hidup mengorganisasikan bakat.
b. Kemampuan seni untuk melindungi diri. Individu mempelajari keadaan dirinya, baik bakat maupun keterbatasannya untuk menciptakan dan menata pilihan terbaiknya.
c. Kedewasaaan yang diperlihatkan. Kedewasaan berarti kita tidak menyembunyikan kekuatan-kekuatan kita dan ketakutan dan sebagai konsekuensinya memilih untuk menghindari kemampuan terbaik kita.
d. Kemampuan mengikuti cinta. Memilih antara harapan-harapan orang lain di mata kita penting atau kita cintai.
e. Disiplin-disiplin pengorbanan diri. Mau berkorban untuk orang lain, pemaaf tidak prasangka mudah untuk memberi kepada orang lain dan selalu ingin membuat orang lain bahagia.

Menurut Buzan (2003) ada sepuluh aspek-aspek dalam kecerdasan spiritual yaitu mendapatkan gambaran menyeluruh tentang jagad raya, menggali nilai-nilai, visi dan panggilan hidup, belas kasih, memberi dan menerima, kekuatan tawa, menjadi kanak-kanak kembali, kekuatan ritual, ketentraman, dan cinta.

sumber: www.masbow.com
Read more

Psikologi Remaja dan Permasalahannya

0 komentar
Hurlock (199) dalam bukunya menuliskan bahwa istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Jersild (dalam Hidayat, 1977) dalam bukunya “The Psychology of Adolescence” menyatakan bahwa masa remaja adalah masa dimana pribadi manusia berubah dari kanak-kanak menuju ke arah pribadi orang dewasa. Stone (dalam Hidayat, 1977) berpendapat bahwa masa remaja adalah masa yang ditandai oleh adanya badai dan tekanan, yang dimulai adanya perubahan-perubahan biologis. Sedangkan Stanley Hall (dalam Hidayat, 1977) berpendapat masa remaja adalah masa kelahiran baru yang ditandai dengan gejala yang menonjol, yaitu: perubahan pada seluruh kepribadian dengan cepat; perubahan pada segi biologis, mulai berfungsinya kelenjar kelamin dan sikap sosial yang eksplosif dan bergelora.

Piaget (dalam Hurlock, 1999) memandang masa remaja sebagai usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Dari segi umur Cole (Dalam Hidayat, 1977) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa umur 13-21 tahun. Sedangkan Jersild (dalam Mappiare, 1982) berpendapat masa remaja antara umur 11-20 tahun awal. Menurut Aristoteles (dalam Hidayat, 1977) remaja adalah masa yang berkisar 14-21 tahun yang ditandai oleh fungsinya kelenjar kelamin. Hurlock (1999) menulis dalam bukunya masa remaja berawal dari umur 13 tahun dan berakhir pada umur 21 tahun

Ciri-ciri masa remaja
Menurut Hurlock (1999) ciri-ciri masa remaja adalah sebagai berikut :
a. Masa remaja sebagai periode yang penting, karena perkembangan fisik, mental yang cepat dan penting dan adanya penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan, adanya suatu perubahan sikap dan perilaku dari anak-anak ke menuju dewasa.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan, karena ada 5 perubahan yang bersifat universal yaitu perubahan emosi, tubuh, minat dan pola perilaku, dan perubahan nilai.
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah, karena pada masa kanak-kanak masalah-masalahnya sebagian besar diselesikan oleh guru dan orang tua sehingga kebanyakan remaja kurang berpengalaman dalam mengatasi masalah.
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas, karena remaja berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya.
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, karena adanya anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak, menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi.
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Karena remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa, karena remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan orang dewasa.

Tak dapat dipungkiri jika kita memandang ciri-ciri remaja diatas, terkadang seorang remaja mengalami berbagai masalah dalam kehidupannya

sumber: www.masbow.com
Read more

blogshop-KOMPASIANA bersama be-BLOG!!!

0 komentar
Ikutilah blogshop-KOMPASIANA bersama be-BLOG!!!…

Dalam rangka memperkenalkan penggunaan BLOG dan meningkatkan kemampuan menulis melalui media BLOG, Komunitas Blogger Bekasi (be-BLOG) didukung oleh Kompasiana.com dan Kompas.com akan menyelenggarakan WORKSHOP mengenai BLOG (blogshop) secara singkat dan cara menulis yang cepat, tepat dan bermanfaat melalui BLOG.

Kegiatan kompasiana-BLOGSHOP tersebut, akan kami selenggarakan pada:

Hari/ Tanggal:

Sabtu, 14 November 2009

Waktu:

Jam 10.00WIB s/d 15.00WIB

Pengajar:

Pengelola kanal blog Kompasiana.com (Jurnalis Kompas) dan blogger be-BLOG.

Tempat:

Balai Patriot Pemerintah Kota Bekasi *

(Jl. A. Yani No. 1, Bekasi Selatan, Bekasi)

Biaya:

Rp. 50.000,- (setiap peserta akan memperoleh fasilitas makan siang, goodiebags dan
sertifikat dari Kompasiana.com)

Biaya harap ditransfer ke rekening sebagai berikut:

YULYANTO

A/C No. 003 034 7943

Bank Central Asia KCU-Gunung Sahari, Jakarta Pusat

(Mohon melakukan konfirmasi pembayaran melalui SMS ke Hp. 0815-8841199, untuk setiap pembayaran yang dilakukan dengan format: BLOGSHOP_nama lengkap ANDA)

Sasaran peserta pelatihan adalah MASYARAKAT UMUM, PELAJAR dan MAHASISWA yang ingin mengenal BLOG dan menulis yang lebih baik. Peserta tidak harus memiliki pengetahuan mengenai BLOG, karena lewat pelatihan ini justru ingin diperkenalkan antara lain tentang cara-cara pembuatan BLOG dan bagaimana cara mengisinya.

Bagi yang sudah mengenal BLOG, pelatihan ini pun bermanfaat guna memperoleh pengetahuan praktis tentang penulisan yang cepat, tepat dan bermanfaat dari para pengelola blog di Kompasiana.com, Jurnalis Kompas dan para blogger berpengalaman lainnya.

Pelatihan akan menggunakan metode praktik langsung, sehingga seusai pelatihan para peserta sudah dapat langsung membuat blog dan meningkatkan kemampuan menulis.

Bagi anda yang berminat mengikuti pelatihan ini, dipersilahkan mengisi kolom komentar dan mengkonfirmasikan pembayarannya di kolom tersebut (jumlah peserta dibatasi jumlahnya, maksimal 40 orang).

Segera daftarkan diri anda, First Come, First Serve. Jadilah blogger yang bisa menulis dengan cepat dan bermanfaat bagi orang banyak.

Salam be-BLOG

Ttd
Panitia kompasiana-BLOGSHOP

Catatan:

* masih dalam tahap konfirmasi

Informasi lebih lanjut mengenai kompasiana-BLOGSHOP ini, bisa menghubungi:

Wijaya Kusumah (Hp. 0815-9155515)

Yulyanto (Hp. 0815-8841199)
Read more

Semangat Eksplorasi Dan Kualitas Pendidikan

0 komentar
Kata lain dari "eksplorasi" adalah menjelajah. Kegiatan eksplorasi tentu saja banyak dilakukan oleh petualang dan pengembara. Kisah-kisah mereka sangat menarik untuk dibaca dan didengar. Dalam pelajaran sejarah dan pelajaran ilmu sosial lain, kita telah mengenal berbagai "eksplorator hebat" melakukan petualangan atau pengembaraan keliling dunia. Vasco Da Gama, Magelhein dan Ferdinan De Lessep menjelajah lautan luas untuk memenuhi rasa ingin tahunya yang kemudian sangat bermanfaat bagi pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Yang lain seperti Ibnu Batutah menjelajah dan menemui negeri-negeri di benua Asia lewat jalan sutera. Imam Al Gazali juga melakukan penjelajahan, penjelajahan spiritual. Saat senggang ia melakukan perenungan dan menulis hingga melahirkan buku-buku, yang paling terkenal adalah seperti buku "Ihya Ulummiddin, Alcemy of Happiness, Ketajaman Mata Hati", dan lain-lain. Kemudian Arkeolog Belanda, Dubois, juga melakukan penjelajahan hingga menemukan fosil-fosil manusia purba Indonesia di desa Trinil, Jawa Timur.

Bagaimana kira-kira karakter dan pribadi dari penjelajah ulung seperti "Vasco Da Gamma, Ferdinan De Lessep, Magelhein, Ibnu Batutah, Imam Al Gazali dan Dubois ? Apakah mereka mempunyai karakter yang cengeng, manja, mudah putus asa, suka mengeluh, suka membuang-buang waktu dan suka hidup dengan jalan pintas dengan motto "hidup santai masa depan cerah"?. Tentu saja tidak, karena pasti mereka mempunyai karakter yang positif, seperti suka bekerja keras, mempunyai pendirian yang teguh, percaya diri yang mantap, banyak wawasan dan pergaulan, serta semangat pantang mundur dan berjiwa besar.

Kemudian bagaimana dengan karakter orang tua mereka sendiri? Mereka pasti mempunyai orang tua yang juga mempunyai peran dan pengaruh besar terhadap perkembangan pribadi mereka- mengembangkan semangat percaya diri dan berjiwa besar. Karakter penjelajah yang telah menjadikannya sebagai orang hebat adalah karena karakternya yang kontras dengan karakter sebahagian anak-anak muda yang hidup di seputar kita, atau mungkin karakter kita sendiri. Bagaimana karakter tersebut? Karakter seperti senang memanjakan diri dan menghibur diri.

Misalnya, kita sering malas berjalan kaki. Menempuh jarak setengah kilometer saja untuk pergi ke sekolah, ke kampus dan ke pasar, kita selalu mengandalkan sarana transport umum, seperti ojek. "Wah aku letih kalau jalan kaki sendirian..., wah aku malu dilihat orang kalau berjalan sendirian..!" Kalau makan dalam suatu pesta, sebahagian masyarakat kita cenderung memperlihatkan karakter boros, mengambil semua hidangan dan kemudian separoh jalan, berhenti makan dan membiarkan makanan yang dipersiapkan oleh tuan rumah dengan harga mahal terbuang sia-sia, pada hal mereka mengaku sebagai orang Islam dan sangat tahu bahwa "almubazirun ikhwanusy syaitan- sikap hidup mubazir adalah sahabat syeitan". Lagi lagi mereka merasa malu kalau dalam pesta menghabiskan hidangan yang ada dalam piring.

Karakter negatif sebahagian masyarakat kita yang lain adalah merasa takut kalau berbeda dengan kebiasaan orang lain. Misal, risih dan malu kalau membaca di tempat umum, malu kalau disebut sebagai orang yang sok rajin- pokoknya malu kalau tampil berbeda dari yang lain. Karakter malu yang begini adalah sebagai karakter yang salah tempat. Yaitu rasa malu yang menghalangi diri untuk maju.

Kemudian, karakter-karakter negatif lain yang juga berkembang dalam masyarakat kita adalah seperti karakter terlalu betah banyak menonton hingga menghabiskan waktu selama berjam-jam di depan layar kaca untuk menonton sinetron, iklan sampai kepada hiburan musik. Juga karakter yang mudah puas menjadi konsumen dan karakter terlalu suka membalut diri dengan penuh kepalsuan. Sebagian orang suka pamer kemewahan lewat property yang disewa atau dipinjam dari orang lain "hidup susah tetapi penampilan seperti toko mas berjalan"..

Diperkirakan bahwa karakter negatif yang berkembang dalam masyarakat kita bisa jadi tumbuh sebagai dampak dari cara mendidik orang tua kita. Misalnya akibat dari kebiasaan orang tua yang miskin dengan nilai pendidikan. Tidak mengkondisikan anak untuk banyak melakukan hal-hal positif- pengalaman berkarya dan berorganisasi/ bersosial di rumah hingga akibatnya anak miskin dengan life skill. Begitu pula dengan pola mendidik orang tua yang tidak menumbuhkan budaya berdialog atau berkomunikasi di rumah. Dimana orang tua cuma pintar menyuruh dan memerintah sang anak semata. Karakter orang tua yang lain adalah sikap masa bodoh- laizzes faire- atas perkembangan kognitif, sikap dan keterampilan anak-anak mereka, dan tidak mewariskan semangat gemar bekerja keras dan sabar dalam menghadapi lika-liku kehidupan ini.

Suatu ketika dalam tahun 1990-an, penulis berkenalan dengan teman-teman dari Perancis (Francoise Brouquisse, Louis Deharven, dan Anne Bedos). Buat apa mereka susah payah, berjalan jauh, menghabiskan waktu dan dana yang banyak? Mereka mengatakan bahwa mereka melakukan eksplorasi sambil holiday untuk tujuan sains dan ilmu pengetahuan. Untuk melakukan perjalanan jauh dari Perancis menuju pedalaman Sumatera (Sijunjung, Lintau dan Halaban) mereka melengkapi diri dengan peta topografi yang diperoleh dari museum Belanda tentang Indonesia, kemampuan berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia- mereka juga mengenal dasar-dasar bahasa Cina dan bahasa negara lain yang berguna saat mengunjungi negara-negara tersebut. Juga mempersiapkan diri dalam bentuk menjaga kesehatan badan dan keuangan yang cukup.

Di sela-sela waktu istirahat mereka melakukan dialog, membaca dan menulis tentang informasi dan pengalaman yang mereka peroleh dalam perjalanan. Waktu mereka sangat teragenda- terjadwal. Walau berasal dari negara moderen dan dari pusat fashion di dunia, Perancis, namun mereka tampil sangat sederhana dan sangat alami. Cara makan sangat Islami (walau mereka bukan beragama Islam)- makan tidak mubazir (menyisakan makanan). Mereka menyukai kulit orang Indonesia sementara sebagian orang Indonesia merasa minder dengan warna kulit sendiri dan sengaja mekai whitening untuk memutihkan kulit "pour quoi les gens ici aimerent a blanchir leur peau ?- mengapa orang orang di sini suka memutihkan kulit ?"

Tentu saja juga banyak orang-orang Indonesia yang memiliki pribadi kuat dan semangat eksplorasi yang tinggi dalam berbagai bidang kehidupan- seni, ekonomi, social, budaya, dan agama. Kisah kisah sukses eksplorasi mereka- para tokoh- tentu dapat kita baca lewat autobiografi mereka atau cerita dari mulut ke mulut. Lantas bagaimana implikasi eksplorasi terhadap pendidikan ? Eksplorasi membuat seseorang lebih cerdas, berwawasan luas dan bermental tangguh. Ekslorasi tidak harus dengan melakukan perjalanan jauh, melintasi bukit dan gunung, menyeberangi lembah dan lautan.

Bayi kecil yang merangkak dan mencari sesuatu tanpa henti-hentinya adalah juga sedang melakukan eksplorasi. Seorang siswa Sekolah Dasar yang asyik membaca kisah pertualangan tak pernah merasa terusik oleh kehadiran orang sekitar juga sedang melakukan tamasya jiwa. Seorang remaja yang duduk dan menuliskan buah fikiran dan pengalaman berarti mencurahkan pengalaman eksplorasinya. Ibu rumah tangga senang menawar harga di berbagai toko juga berarti sedang melakukan eksplorasi harga, agar tidak terjebak dalam permainan harga oleh pemilik toko. Begitu pula dengan seorang calon sarjana (magister dan doktoral) yang bergerak dari satu pustaka ke pustaka yang lain dan mengunjungi berbagai lokasi juga melakukan eksplorasi atau melakukan pencarian. Bangun di tengah malam- bertahajut dan bertanya jawab dalam hati tentang bagaimana seorang hamba menjalani waktu dan mengadukannya pada Ilahi berarti sedang melakukan eksplorasi spiritual.

Pendidikan kita mungkin miskin dengan semangat eksplorasi. Di beberapa sekolah Dasar ada kalanya para siswa seolah-olah di sekap dari pagi hingga siang dan disuguhi hafalan- hafalan, tugas-tugas dan larangan-larangan (mengebiri rasa ingin tahu anak) tanpa mengoptimalkan pengenalan dunia buku. Coba lihat begitu banyak Sekolah Perpustakaan tanpa Perpustakaan dan sebahagian mereka menganggap membaca sebagai sesuatu yang membosankan. Di bangku SMP. SMA, MA dan SMK banyak siswa yang terbelenggu dengan latihan-latihan dan PR-PR, mengolah soal-soal ujian agar nilai UN (Ujian Nasional) tinggi, tanpa diperkenalkan tentang pengalaman hidup- bagaimana cara berdagang, bertani, belayar, beternak, memasak makanan, menjadi pemimpin dalam masyarakat sehingga membuat mereka miskin dalam life skill (keterampilan nilai hidup).

Kemudian saat studi di universitas para dosen cuma menyuguhi dengan ratusan teori, tugas-tugas akademik dan hafalan. Malah banyak gaya belajar mahasiswa ibarat siswa Sekolah dasar dan pelajar yang cuma tahu mencatat dan menghafal. Hingga mereka mencadi penghafal ulung namun miskin pengalaman langsung. Begitu tamat dari perguruan tinggi telah menjadikan mereka sebagai pemimpi ulung yang cuma pintar menunggu seleksi masuk PNS (Pegawai Negeri Sipil) atau menjadi pegawai rendahan di kantor swasta dan BUMN lain.

Idealnya pendidikan kita tidak harus menghafal, menyelesakan soal soal ujian dan mengharapkan selembar ijazah atau sertifikat buat mencari kerja. Namun fenoma adalah banyak orang belajar dan kuliah cuma mengharapkan selembar ijazah. Banyak orang saat kuliah rajin ke perpustakaan, rajin baca buku, pergi kuliah dengan tas yang penuh berisi buku-buku. Namun begitu wisuda dan selesai kuliah maka semua buku disingkirkan dan memilih kesibukan dalam mencari gaya hidup yang lain- fashion, otomotif walau pun otomotif seken. Sehingga banyak yang mengaku sudah sarjana kembali menjadi melek huruf, melek ilmu pengetahuan dan gagap teknologi (gatek). Pembodohan diri dan kristalisasi (membekunya) ilmu pengetahuan bisa menjadi pemandangan.

Para pendidik (guru dan dosen) punya posisi penting untuk mendorong semangat eksplorasi anak didik mereka. Tentu saja para pendidik harus lebih cerdas-memiliki kepintaran berganda- lebih dahulu. Mereka harus melowongkan waktu di luar jam tatap muka untuk melakukan dialog yang berkualitas, mempunyai wawasan yang luas dan menerapkan metode belajar learning by doing, students centered, metode inkuiri, metode debat dan metode diskusi. Bukan metode ceramah melulu, menyuguhi materi hafalan dan menjawab soal soal UN melulu. Pendidik sangat patut menjadi model (berbuat untuk cerdas terlebih dahulu) dan menjadi fasilitator dan motivator.

Orang tua harus pula cerdas karena mereka punya peran dalam mendidik anak- bukan orang tua ideal kalau cuma terlalu menyerahkan pendidikan anak pada sekolah. Orang tua punya peran strategis dalam mendidik anak dalam memanfaatkan waktu. Anak harus pintar belanjar dan pintar mengurus sendiri. Anak punya waktu untuk belajar dan menikmati hiburan dan ikut melakukan aktivitas sosial di rumah dan di lingkungan agar tidak kuper (kurang pergaulan) dan miskin pengalaman dan wawasan.

Bagi mahasiswa, IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) yang tinggi tidak punya arti kalau sikap mental tidak mendukung (susah berkomunikasi, takut mengambil resiko, takut mencoba) karena miskin eksplorasi (hingga miskin dengan pengalaman) maka ijazah sarjana yang diperoleh sangat bagus untuk dipajang saja di dinding rumah.

Semangat eksplorasi untuk hal- hal yang positif sangat perlu dipertahankan. Eksplorasi telah membuat orang kaya dengan pengalaman langsung. Eksplorasi dapat dilakukan lewat menjelajah alam, kota, menjelajah berbagai tempat- mengenal dan berhubungan dengan orang baru, tempat baru dan suasana baru. Orang orang yang gemar melakukan eksplorasi akan memiliki mental yang kuat dan pengalaman yang banyak. Pendidikan juga membutuhkan eksplorasi untuk membuat kualitas pendidikan yang dimiliki seseorang juga meningkat.

oleh: Marjohan M.Pd
Read more

’Cepat Mendengar – Lambat Berbicara’

0 komentar
Konon didongengkan pada zaman dahulu kala, saat membuat manusia, sang dewa berpikir keras saat akan menempatkan 2 perlengkapan (onderdil) akhir yang masih tertinggal dari tubuh manusia. Yang pertama adalah mulut dan yang kedua adalah telinga. Ia mencoba untuk menempatkan mulut di kening si manusia, namun ada masalah saat dites suaranya agak sulit didengar dan satu lagi kalau berbicara mesti agak sedikit membungkuk.

Akhirnya mulut coba dipindahkan ke belakang kepala, namun ternyata ada masalah lagi yaitu jika berbicara selain suara tidak terlalu terdengar, juga tidak sopan karena selalu membicarakan lewat belakang. Akhirnya mulut dipindahkan lagi dan diletakkan di depan dan di bawah hidung seperti yang saat ini, dan inilah ternyata tempat yang tepat untuk mulut.

Kemudian berikutnya sang dewa mulai menyusun telinga. Dia buat 2 buah telinga yang simetris baik secara bentuk maupun ukurannya, lalu berikutnya penempatannya. Pertama telinga ditempatkan di atas kepala, namun ternyata tidak efektif karena telinga jadi sulit mendengar. Lalu telinga di tempatkan belakang kepala, ternyata sama saja kejadiannya yaitu terjadi kesulitan lagi dalam mendengar. Akhirnya telinga ditempatkan di samping kiri dan kanan, letaknya juga dibuat simetris seperti yang saat ini.

Dongeng di atas hanyalah sebuah cerita, namun ada pesan yang disampaikan dari cerita di atas antara lain bahwa mulut diletakkan di depan, hal ini menunjukkan bahwa kita sebagai manusia seharusnya jika berbicara selalu di depan, tidak di belakang artinya jika kita berbicara mesti bertanggung jawab dan bukan membuat pernyataan yang tidak bisa dipertanggung jawabkan.

Jumlah mulut juga dibuat satu, tetapi telinga ada dua, maksudnya adalah bahwa kita sudah seharusnya selalu mendengar 2 kali lebih banyak dari berbicara dan bukan sebaliknya. Artinya setiap kita akan berkata-kata, maka sudah seharusnya kita memikirkannya terlebih dahulu, menganalisa terlebih dahulu dan mendengarkan terlebih dahulu sebelum menjawab.

Seorang pemimpin sudah seharusnya begitu. Sebelum mengambil keputusan (berbicara) maka seharusnya sudah mempertimbangkan baik-baik segala keputusan yang akan diambil dengan cara mendengarkan dahulu dari pihak-pihak lain. Berapa banyak dari kita yang terkadang langsung berbicara tanpa memikirkan dan mempertimbangkan terlebih dahulu. Berapa banyak dari kita yang terkadang tidak sadar bahwa ucapan kita bukan menguatkan ataupun memotivasi orang, tetapi justru menyakiti orang lain.

Terkadang kita sebagai orang tua tidak sadar dalam mendidik anak terlanjur mengeluarkan kata-kata yang tidak dipikirkan secara matang terlebih dahulu, misalnya saat anak berbuat kesalahan, kita mengatakan ’dasar anak nakal’, ’anak tidak terpelajar’ dan sebagainya. Jika nilai anak rendah kita dengan tidak segan-segan mengucapkan ’bodoh’, ’tidak berpikir’ dan sebagainya. Dengan pembantu yang berbuat sedikit kesalahan, kita langsung membentak dengan memberikan ucapan-ucapan yang menghina, misalnya ’dasar pembantu’, ’apa kamu pikir kerusakan itu bisa kamu bayar dengan gaji kamu’ atau banyak kata-kata lainnya yang sudah pasti membuat orang menjadi tersinggung dan tidak memotivasi mereka. Dengan bawahan kita yang berbuat salah terkadang kita dengan tanpa merasa bersalah mengatakan ’masa itu saja tidak bisa kamu kerjakan’, atau ’kamu bisanya apa sih’ dan seterusnya. Dengan teman-teman, dengan tetangga, saudara dan yang lainnya mungkin kita juga terkadang tanpa sadar berbicara dengan tanpa memikirnya terlebih dahulu.

Apakah kita menyadari bahwa kita berbicara mungkin hanya sebentar atau sedikit namun pengaruh secara psikologis akan sangat besar dan berdampak lama dan terkadang bahkan bisa menyebabkan luka batin. Mungkin sudah banyak cerita dan kasus yang kita baca atau dengar tentang hal ini, bagaimana seorang anak yang tidak PD setelah besar, menjadi pemarah, menjadi budak narkoba; bagaimana seorang pembantu yang akhirnya tega membawa lari anak majikannya, merampok bahkan sampai membunuh majikannya; bagaimana seorang bawahan yang frustasi atau malahan menjadi cuek dengan atasannya atau banyak kejadian-kejadian lainnya. Cepat mendengar, lambat berbicara adalah salah satu kata-kata bijak yang sagat tepat dan seharusnya bisa kita terapkan baik di dalam keluarga kita, didalam kehidupan sosial maupun di kehidupan profesional (baca: pekerjaan) kita.

Kita memiliki 2 telinga sehingga sudah seharusnya kita mendengar lebih banyak sehingga bisa lebih peka dan bisa memperoleh informasi lebih banyak. Telinga berada di kiri kanan dengan bentuk yang simetris sehingga seharusnya kita mendengar dari semua sisi dengan adil dan merata. Selain itu setelah mendengar, maka suara akan masuk ke dalam kepala dan akan melewati otak yang artinya setelah kita dengar maka seharusnya yang kita dengar kita cerna dan analisa dengan pikiran kita sebelum menjawab atau berbicara. Setelah proses mendengar dan menganalisa, maka selanjutnya kita baru berbicara, ini yang dimaksud dengan lambat berbicara, artinya sebelum berbicara kita seharusnya menganalisanya terlebih dahulu.

Namun harus juga disadari bahwa untuk kondisi-kondisi tertentu, kita bisa saja cepat berbicara, khususnya yang berhubungan dengan keadilan dan kepentingan orang banyak. Pepatah juga mengatakan ’mulutmu adalah harimaumu’. Pepatah ini sangat benar adanya. Berapa banyak kita mengalami kegagalan dikarenakan mulut kita, berapa banyak hubungan kita renggang karena mulut kita, berapa banyak masalah yang tidak seharusnya timbul namun ternyata terjadi oleh karena mulut kita. Oleh sebab itu sudah selayaknyalah kita menjaga mulut kita, jangan sampai harimau kita justru membangunkan harimau orang lain (baca: mulut orang lain).

Hidup ibarat transaksi di bank, dimana ada slip setoran (biasanya berwarna biru atau hitam) dan ada slip tarikan (biasanya berwarna merah). Sebaiknya dalam hidup, dalam berhubungan dengan orang lain kita bisa lebih banyak menanamkan atau memberikan slip setoran (yang terdiri dari kebaikan, menepati janji, memenuhi harapan, kesetiaan, pernyataan maaf dan sebagainya) dibandingkan dengan slip tarikan (misalnya ketidak baikan, kemunafikan, gosip, keangkuhan, menyatakan harapan namun tidak menepati dan sebagainya). Semakin banyak slip setoran maka semakin dipercayalah kita.

Semoga sedikit tulisan ini bisa membuat kita lebih baik dan berhati-hati dalam berbicara, semoga!

oleh: Karya Bakti Kaban
Read more

Permainan Matematika Ajaib Dan Asyik (Intermeso)

0 komentar
Matematika tidak harus menjadi momok menakutkan, karena matematika juga mengasyikkan sebagai permainan. Selain menghibur, juga bermanfaat untuk mencari informasi penting, hari kelahiran misalnya.

Berikut ini adalah beberapa permainan dengan perhitungan Matematika. Anda bisa mengajak anak anda untuk mengikuti permainan ini, agar mereka semakin menyenangi matematika dan angka-angka. Anda bisa melakukan perhitungan di atas kertas, boleh juga menggunakan sebuah kalkulator – kalau bisa dengan layar berdigit 12 atau lebih – agar hasilnya lebih menarik. Semakin banyak peserta permainan, tentu akan lebih mengasyikkan.

Permainan I

Layar kalkulator akan menampilkan tanggal lahir anda; bulan/tanggal/tahun.

Langkah-langkah:

1. Kalikan angka bulan kelahiran dengan 4

2. Hasilnya tambahkan dengan 13

3. Kalikan 25

4. Dikurangi dengan 200

5. Tambahkan hasilnya dengan angka tanggal lahir

6. Kalikan 2

7. Hasilnya dikurangi 40

8. Kalikan 50

9. Tambahkan hasilnya dengan dua digit terakhir dari angka tahun (1980 diambil 80)

10.Terakhir kurangi dengan 10.500


Permainan II

Layar kalkulator akan menampilkan tanggal lahir anda, serta usia anda sekarang

1. Masukkan tanggal kelahiran anda pada kalkulator. Dahului bulan kelahiran, diikuti tanggal lahir (untuk angka bulan 1 sampai dengan 9 diketik dengan angka 0 di depannya, misalnya 01 = Januari), kemudian dua digit terakhir dari angka tahun.

2. Kalikan angka itu dengan 2

3. Hasilnya jumlahkan dengan 5

4. Kalikan hasilnya dengan 50

5. Tambahkan dengan 1758 kalau anda belum berulang tahun, atau 1759 jika anda sudah melewati hari ulang tahun anda tahun ini.

6. Kurangkan hasilnya dengan keempat digit angka tahun kelahiran.

Hasilnya adalah satu atau dua digit pertama adalah bulan kelahiran, dua digit kedua adalah tanggal lahir, dua digit ketiga adalah tahun kelahiran, dan dua digit terakhir adalah usia anda sekarang.


Permainan III

Menemukan hari kelahiran anda

Langkah-langkah:

1. Tentukan tanggal kelahiran yang dicarik harinya, misalkan 16 September 2009.

2. Tentukan jumlah hari dalam tahun itu, sejak awal tahun hingga hari lahir. Untuk tahun kelahiran kabisat, atau tahun yang habis dibagi dengan 4 dan seterusnya, maka jumlah hari di bulan Pebruari adalah 29 hari (tahun-tahun kabisat adalah dari sebelumnya … 1968, 1972, 1976, 1980, 1984, 1988, 1992, 1996, 2000, 2004, 2008, 2012, dst)



Tabel 1

Januari=31, Pebruari=28 atau 29, Maret=31, April=30, Mei=31, Juni=30, Juli=31, Agustus=31, September=30, Oktober=31, Nopember=30, Desember=31

Maka jumlah hari adalah 31 (Januari) + 28 (Pebruari) + 31 (Maret) + 30 (April) + 31 (Mei) + 30 (Juni) + 31 (Juli) + 31 (Agustus) + 16 (September) = 259



3. Angka tahun dikurangi dengan 1 = 2009-1 = 2008

4. Hasilnya dibagi dengan 4 dan abaikan angka desimalnya = 2008 : 4 = 502

5. Jumlahkan angka tahun dengan jumlah hari dan hasil perhitungan no.4 = 2009 + 259 + 502 = 2770

6. Hasilnya dibagi dengan 7 = 2770 : 7 = 395,7

7. Perhatikan angka desimalnya, dan cocokkan dengan tabel 2 di bawah. Angka desimalnya 7 = hari Rabu



Tabel 2

0 = Jumat, 1 = Sabtu, 2 = Minggu, 3 = Senin, 4 = Selasa, 5 = Rabu, 6 = Kamis, 7 = Rabu, 8 = Kamis



Permainan IV

Layar kalkulator akan menampilkan nomor telepon 7 digit anda

1. Masukkan tiga digit pertama dari nomor telepon anda di kalkulator (tidak termasuk 0 di depannya)

2. Hasilnya kalikan dengan 80

3. Tambahkan hasilnya dengan 1

4. Kalikan 250

5. Hasilnya tambah dengan empat digit terakhir nomor telepon itu

6. Tambahkan sekali lagi dengan empat digit terakhir itu

7. Hasilnya kurangi 250

8. Bagi hasilnya dengan 2


Permainan V

Layar kalkulator akan menampilkan nomor telepon 12 digit anda

1. Masukkan tujuh digit pertama nomor telepon anda (tidak termasuk 0 di depannya)

2. Kurangkan dengan angka dua digit terakhir dari tujuh angka no.1

3. Hasilnya kalikan 80

4. Tambahkan dengan 1

5. Kalikan hasilnya dengan 250

6. Tambahkan hasilnya dengan enam digit terakhir dari nomor telepon anda

7. Sekali lagi tambahkan dengan angka yang sama

8. Hasilnya kurangi dengan 250

9. Bagi hasilnya dengan 2

Nah, ternyata bermain matematika cukup menghibur, kan?

oleh: Anwariansyah
Read more

Hukuman dan Kekerasan Terhadap Anak

0 komentar
Kenakalan anak adalah hal yang paling sering menjadi penyebab kemarahan orang tua, sehingga anak menerima hukuman dan bila disertai emosi maka orangtua tidak segan untuk memukul atau melakukan kekerasan fisik. Bila hal ini sering dialami oleh anak maka akan menimbulkan luka yang mendalam pada fisik dan batinnya. Sehingga akan menimbulkan kebencian pada orang tuanya dan trauma pada anak.

Akibat lain dari kekerasan anak akan merasa rendah harga dirinya karena mersa pantas mendapat hukuman sehngga menurunkan prestasi anak disekolah atau hubungan sosial dan pergaulan dengan teman-temannya menjadi terganggu, hal ini akan mempengaruhi rasa percaya diri anak yang seharusnya terbangun sejak kecil. Apa yang dialaminya akan membuat anak meniru kekerasan dan bertingkah laku agresif dengan cara memukul atau membentak bila timbul rasa kesal didalam dirinya. Akibat lain anak akan selalu cemas, mengalami mimpi buruk, depresi atau masalah-masalah disekolah.

Bila banyaknya akibat-akibat yang ditimbulkan akibat kekerasan, lalu bagaimana cara orang tua menghadapi kenakalan anak tanpa hukuman? Mendidik anak seharusnya jangan pernah melakukan hukuman, karena hukuman itu lebih mementingkan kepentingan orangtua tanpa memikirkan apa yang terbaik untuk anak, karena anak yang masih kecil belum bisa memahami hubungan antara tindakannya yang nakal dengan pukulan yang diterimanya. sehingga bila hukuman yang diterapkan orangtua menjadi suatu kebiasaan maka sebaliknya anak akan meningkatkan kenakalannya, atau bila anak mulai menghentikan kebiasaannya bisa berarti bukan karena sudah menyadari kenakalannya tetapi lebih pada rasa takut akan hukuman dan pukulan dari orangtua, artinya hukuman tersebut tidak membuatnya disiplin atas kesadaran sendiri sehingga orang tua harus menghentikan pola hukuman seperti itu karena tidak sesuai untuk diterapkan pada anak. Ganti hukuman tersebut dengan konsekwensi. Disini anak bisa ikut serta menentukan apa yang harus dijalani jika ia tidak menjalankan sesuatu atau berbuat kenakalan.

Bentuk konsekwensi yang akan diterapkan sebisa mungkin dibicarakan dengan anak sehingga dapat melatih anak berdiskusi dan bersikap sportiv. Misalnya: Bila anak melakukan suatu kenakalan maka ia akan dilarang untuk melakukan aktivitasnya seperti bermain. Dengan begitu anak akan berpikir dua kali untuk melakukan kesalahan daripada nantinya dilarang bermain.

by Mutiara Octavia
Read more

Melatih Anak Berkomunikasi

0 komentar
Melatih seorang anak sejak kecil untuk berkomunikasi adalah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan dan kepribadian sang anak.

Komunikasi yang baik antara orang tua dan anak juga dapat membangun hubungan yang dekat dan sehingga anak memiliki kemampuan untuk mengerti dan memahami orang lain sehingga mereka dapat berinteraksi dengan lingkungannya.

Ada beberapa cara yang dapat melatih anak berkomunikasi, seperti dibawah ini:

* Berikan contoh yang baik agar anak meniru bagaimana cara berbahasa yang baik dan jelas untuk mengungkapkan apa yang ingin dikatakannya.

* Mengajak anak untuk bercerita atau mendongeng dengan kata-kata yang mudah di mengerti,juga bisa melatih komunikasi yang baik untuk mereka.

* Jangan memotong pembicaraan anak bila sedang bercerita, dengarkanlah dulu apa yang ingin disampaikannya, dengan begitu anak merasa ucapannya didengar dan dihargai sehingga mereka merasa senahg untuk selalu bicara.

* Melatih anak belajar bicara di depan umum, misal: berpidato didepan kelas, membaca puisi,bercerita atau menyanyi dapat memberikan mereka rasa percaya diri sehingga tidak malu atau ragu untuk mengungkapkan sesuatu.

* Anak yang suka bertanya adalah anak cerdas yang ingin tahu segala hal. Oleh karena itu sebagai orang tua kita harus selalu menjawab setiap pertanyaan anak dengan jelas dan bahasa yang dapat mereka mengerti, jangan mengacuhkannya, karena hal tersebut membuat anak menjadi malas bertanya sehingga berkurang pengetahuan dan wawasannya.

* Lingkungan rumah, sekolah dan teman-temannnya juga dapat membuat anak meniru kata kata yang kasar dan tidak sopan karena itu orang tua harus memberikan penjelasan dan perhatian agar anak mengerti bahasa yang pantas diucapkan dan yang tidak.

by Mutiara Octavia
Read more

Membangun Rasa Percaya Diri Pada Anak

0 komentar
Pada saat anak berusia 4 tahun, mereka sudah mulai belajar untuk menghargai diri sendiri dan memiliki kepercayaan diri yang untuk bermain dengan teman-temannya dan melakukan kegiatan baru. Pada masa ini peran orang tua sangat penting dalam membantu anak untuk terus memiliki rasa percaya dirinya sehingga dapat bersosialisasi dalam lingkungan yang berbeda.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan agar anak memeiliki rasa percaya diri, yaitu:

* Selalu Katakan kepada anak bahwa mereka adalah orang yang disayangi dan berguna agar hidup mereka merasa berarti.

* Memberi dukungan pada anak untuk mencoba hal baru, karena dapat mengembangkan kreatifitas dan melatih kemandiriannya

* Menghargai apa yang menjadi keinginan anak dan perlihatkan kalau orang tua benar-benar memperhatikan dan mendukung semua yang dilakukan untuk keberhasilan anak.

* Bila anak melakukan kesalahan marahlah pada sikap dan perilakunya, bukan kepada dirinya karena orang tua yang terlalu sering memarahi atau memberikan komentar yang menyudutkan akan membuat anak merasa bodoh dan dapat menghilangkan rasa percaya dirinya.

* Mengetahui perasaan emosi anak dan bantulah mereka untuk mengungkapkan dan mengatasi masalahnya, jadilah teman curhat yang menyenangkan buat mereka.

* Jangan menakuti anak dengan hal-hal sepele, karena akan membuat anak menjadi penakut dan merusak kepercayaan dirinya. Bila anak mengalami rasa takut dan tidak aman bantulah mereka mengatasinya.

* Berikan pujian atas keberhasilan anak dalam bidang apapun, karena kata-kata seperti ini dapat menyenangkan perasaan dan membangun rasa percaya diri mereka, tetapi bila anak mengalami kegagalan berikan keyakinan bahwa hal tersebut wajar dan harus diterima untuk mengembangkan kepribadiannya.

* Mendengarkan dan memperhatikan apa yang dikatakan anak, berikan dukungan dan saran positif atas apa yang ingin dilakukannya jangan selalu menolak dan menghalangi keinginan anak karena hal tersebut akan menghambat perkembangan dirinya.

* Jangan mencela anak dengan suatu perkataan yang meremehkan baik langsung atau di depan orang lain, anak akan merasa bahwa dirinya bodoh dan tidak berguna. Berikan anak kata-kata yang baik dan dukungan yang optimis agar mereka memiliki rasa percaya diri pada kemampuannya.

* Berikan contoh yang baik dalam mengatasi masalah bila orang tua menghadapi suatu keadaan yang sulit agar anak belajar bersikap positif dan optimis dalam mengatasi tantangan kehidupan.

by Mutiara Octavia
Read more

Buku Tamu

:Wikimu - bisa-bisanya kita.../ Gelang merah untuk anak Indonesia

Bening CS© 2011 Design by Insight